Seeing His Unseen Hands

Best Regards, Live Through This, 15 May 2019
“Hanya dalam keintiman dengan-Nya saja kita akan sadar betul bahwa ‘tangan-Nya yang berlubang’ tak henti-hentinya merengkuh dan memakai kita untuk bekerja mengubah Indonesia“

Tahun politik sudah di ambang pintu. Kurang dari enam bulan lagi, kita akan melihat Indonesia disibukkan dengan persiapan pemilu—yang tentunya akan memakan biaya besar dan energi yang tak sedikit—. Kampanye wakil rakyat sampai manuver politik dari pasangan calon presiden dan wakilnya akan memeriahkan pesta rakyat yang kita rayakan setiap lima tahun sekali. Ini sungguh menggembirakan. Ditambah lagi, pada pekan kedua bulan Agustus ini, kita telah mendengar pengumuman nama wakil presiden yang akan disandingkan dengan calon presiden terdaftar. Kita patut merayakan kebebasan hak kita sebagai warga negara untuk memilih pemimpin negara dengan ucapan syukur, karena bagaimanapun, hasil pilihan kita menentukan masa depan Indonesia.

Bicara mengenai masa depan Indonesia, tentu kita sadar bahwa bangsa kita sudah menginjak usianya yang ke-73. Ini artinya 27 tahun dari sekarang Indonesia akan memasuki masa yang kita sebut masa emas: seratus tahun Indonesia merdeka. Berbagai harapan bermunculan dari benak kita. Dalam tulisannya di Merauke tahun 2015 lalu, Pak Jokowi menyebutkan tujuh impian Indonesia 2015—2085. Salah satunya adalah Indonesia menjadi negara yang mandiri dan paling berpengaruh di Asia Pasifik. Dalam kuliah umumnya di Universitas Diponegoro, Bu Sri Mulyani menuturkan bahwa empat faktor yang dibutuhkan Indonesia menghadapi 2045 adalah kualitas manusia, kelembagaan, infrastruktur, serta kebijakan pemerintah.

Photo by Nick Agus Arya on Unsplash

Pertanyaan pertama, siapa pelaku yang dapat mewujudkan visi tersebut?

Anak muda adalah kontributor utama untuk tercapainya Indonesia emas 2045. Saat ini usia mahasiswa aktif berada dari rentang 18—24 tahun, bahkan ada yang lebih. 27 tahun dari sekarang, pemuda saat ini akan mencapai usia 45—51 tahun. Tidakkah usia ini bisa disebut usia yang tepat bagi kita untuk menyelaraskan cita-cita luhur Indonesia, yang tertera pada alinea keempat pembukaan UUD kita?

Jika tidak dipersiapkan dari sekarang, cita-cita luhur bangsa ini akan sekadar menjadi angan-angan belaka. Setiap hari ada banyak orang yang bermimpi hebat, tetapi hanya orang-orang hebat yang bangun dan mewujudkannya.

Sejarah menunjukkan bahwa anak muda membawa pergerakan di dunia ini. Kita melihat kebangkitan nasional dirintis oleh sekelompok anak muda; kemerdekaan bangsa kita berada pada tanggal 17 Agustus karena desakan golongan muda; pencetus perusahaan besar paling berpengaruh di era modern ini juga adalah kaum muda. Bahkan Alkitab juga mencatat bahwa Yusuf, Daud, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, dan Timotius adalah anak-anak muda luar biasa yang berhasil mengukir sejarah pada zamannya.

pexels.com

Anak muda,

Tidakkah kita sadari bahwa dalam setiap zaman selalu bermunculan orang-orang hebat yang berhasil mengubah arus dunia? Tidakkah terdengar lucu apabila dalam setiap zaman anak muda selalu konsisten dalam menggebrak peradaban manusia, padahal mereka lahir dari latar belakang yang berbeda-beda? Tidakkah kita melihat benang merah yang ada pada sejarah?

Kita perlu sadari bahwa ada anak muda yang bukan pelaku utama perubahan di seluruh penjuru dunia untuk melakukan perubahan. Mari kita lihat benang merahnya. Bukan Yusuf yang membawa kesejahteraan bagi keluarganya. Bukan Daud yang berhasil memimpin umat pilihan Allah. Bukan pula Jokowi yang berhasil meratakan pembangunan di negeri ini. Mereka, atau lebih tepatnya kita hanyalah alat; alat yang dipakai oleh Sang Perancang Agung yang memiliki sejarah. Manusia hanyalah bagian dari sejarah. Dalam bahasa Inggris, terdengar lebih agung ketika kita menyadari bahwa dalam kata history,terdapat kata His dan story, yang artinya ini bukan cerita kita, ini adalah cerita-Nya!

18 Agustus yang lalu saya dibuat terpukau selama 2 jam oleh suguhan opening ceremony Asian Games 2018. Saya yakin semua orang sepakat bahwa pada malam itu kita telah menyaksikan salah satu pagelaran seni terbaik yang pernah ditampilkan sepanjang sejarah opening ceremony di perhelatan serupa. Indonesia sangat beruntung dapat memiliki orang-orang hebat yang bekerja keras dibalik upacara yang megah dan menghebohkan dunia saat itu. Bisa dibilang, saat ini kita hidup pada “zaman mereka”—zaman Addie MS, zaman Wishnutama, zaman Ronald Steven—, dan zaman dari orang-orang hebat yang tak dapat disebutkan satu persatu. Tetapi saya menyoroti bahwa terdapat orang-orang yang namanya tidak disebutkan yang juga membuat berhasil acara tersebut: mereka adalah para penari, tim sound system, tim perancang busana, dan juga kru yang menata panggung.

Pertanyaan saya, apakah kunci dari kesuksesan acara tersebut?

Jawaban yang saya yakini terucap adalah ketaatan. Jika saja baik crew maupun cast tidak menaati koordinasi yang disampaikan melalui earset, kekacauan pasti terjadi. Begitu juga dengan kita, ketika kita menjadi crew dan cast dari ceritanya Tuhan dan memilih untuk tidak taat, kekacauan pasti terjadi. Saya yakin dalam kedaulatan-Nya, Tuhan tidak akan membiarkan sejarah menjadi kacau; tetapi hidup kita bisa saja kacau—jika kita memilih untuk tidak taat.

Kita tidak dapat melihat tangan Tuhan secara fisik dalam perubahan zaman, tetapi kita dapat merasakan tangan-Nya ketika sejarah bergulir. Henri Nouwen menjabarkan dalam bukunya, The Return of Prodigal Son, bahwa lukisan tangan Bapa dibuat sedemikian rupa untuk menggambarkan sifat-sifat Allah terhadap manusia. Tangan kiri digambarkan Rembrandt lebih besar dan maskulin (dengan penekanan), sementara tangan kanan lebih lembut dan menerima (tanpa penekanan). Kita tak akan dapat taat kepada Sang Perancang Agung apabila kita tidak mengenali Dia. Akan sangat berbahaya jika kita hanya mengenal salah satu dari sifat-sifat-Nya.

pexels.com

Indonesia memiliki visi yang sangat gemilang menyambut usianya yang keseratus tahun. Anak muda dipersiapkan sedemikian rupa untuk menyambut perwujudan mimpi-mimpi tersebut, dengan proses yang tak henti. Namun apabila tidak ada keintiman dan ketaatan kita dengan Sang Perancang Agung, keberhasilan bangsa ini hanya akan menjadi semu, tak menentu, sebab kita tahu bahwa sejarah bukan milik kita, melainkan milik Dia. Hanya dalam keintiman dengan-Nya saja kita akan sadar betul bahwa ‘tangan-Nya yang berlubang’ tak henti-hentinya merengkuh dan memakai kita untuk bekerja mengubah Indonesia.

LATEST POST

 

Bila hati terasa berat Tak seorang pun mengerti bebanku Kutanya Yesus Apa yang harus kuperbuat  ...
by Yessica Anggi | 22 Mar 2024

Entah mengapa, tapi ego itu begitu menggoda diri manusia. Ego untuk menguasai, untuk menja...
by Markus Perdata Sembiring | 19 Mar 2024

Keraguan adalah salah satu hal yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Keraguan...
by Immanuel Elson | 14 Mar 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER