Tetap di Rumah, Tetap Berjamaah (Part 1)

Going Deeper, God's Words, 30 May 2020
"The liturgy is the privileged place in which to hear the divine Word which makes present the Lord’s saving acts; but it is also the context in which the community raises its prayer celebrating divine love. God and man meet each other in an embrace of salvation that finds fulfillment precisely in the liturgical celebration. We might say that this is almost a definition of liturgy: It brings about an embrace of salvation between God and man." - Pope Benedict XVI, 2005

Pemerintah Republik Indonesia resmi memberlakukan protokol kesehatan, self-quarantine hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena virus Corona (COVID-19). Protokol Yang awalnya diestimasi akan berakhir di April 2020, menjadi terus diperpanjang dan diperpanjang. Sekolah, kantor, dan ruang-ruang publik (termasuk rumah ibadah) diliburkan dan ditutup, karena setiap orang harus melakukan social distancing (jaga jarak) agar virus tidak menyebar lebih cepat. Jika keluar rumah, selain menjaga jarak juga harus memakai masker dan rajin mencuci tangan. Bekerja, bersekolah, dan berkuliah, semua dilakukan dari rumah. Ibadah hari Minggu pun harus dilaksanakan di rumah karena kebijakan ini. Bahkan, sejak Paskah bulan April 2020 lalu, ibadah perayaan hari raya gerejawi lainnya pun akan dirayakan di rumah. Namun haruskah kita merasa khawatir? Sedih? Kecewa? 

Hal yang perlu kita tanyakan sebenarnya lebih sederhana, benarkah orang Kristen hanya wajib beribadah pada hari Minggu dan hari raya gereja seperti Paskah dan Natal?


Lukisan patri kaca di Gereja St. Norbert Abbey, De Pere, Wisconsin, Amerika Serikat

Banyak umat agama lain menanyakan hal ini, atau menganggap hal ini adalah benar tanpa bertanya. Beberapa saudara seiman kita (atau bahkan kita sendiri) mungkin menjawab “Ya, kami berdoa setiap hari, namun beribadah secara liturgis di hari Minggu.” Jawaban ini benar, namun di sisi lain, sebenarnya jawaban ini juga salah. Mengapa demikian?

Kita harus kembali pada Perjanjian Lama. Raja Daud dalam Mazmur 55:18 (LAI TB) menulis demikian:

“Di waktu petang, pagi dan tengah hari aku cemas dan menangis; dan Ia mendengar suaraku.”

Mungkin sebagian dari kita berpikir ayat ini seperti kiasan. Benar begitu? Jika memang kiasan, mengapa harus spesifik menyebut waktu petang, pagi, dan tengah hari? Mungkin kamu juga menafsirkan bahwa ini juga kiasan, yang berarti Tuhan mendengar setiap jeritan hati Daud sepanjang hari. Sekarang mari kita lanjut ke nats berikutnya:

“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” Daniel 6:11 (LAI TB)

Berlutut. Kamu gak salah baca. Juga disebutkan kalau itu dilakukan tiga kali sehari, yang berarti itu dilaksanakan pada petang, pagi, dan tengah hari! Jelas ini selaras dengan nats yang dibahas sebelumnya. Mungkin kamu sekarang menafsirkan bahwa itu adalah tradisi Yahudi, sebagian dari 613 perintah Allah yang dicatat dalam kumpulan kitab Taurat. Buat yang belum tahu, Hukum Taurat dalam Perjanjian Lama bukan hanya 10 Perintah Allah yang ditulis dalam dua loh batu (Kel. 20), dan bersembahyang adalah sebagian darinya. Sekarang mari kita lihat kitab Perjanjian Baru.

“Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu pukul tiga petang, naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait Allah.” Kis. 3:1 (LAI TB)

Kejadian-kejadian dalam kitab Kisah Para Rasul terjadi setelah Yesus naik ke Surga. Pada saat itu sudah banyak orang Yahudi yang percaya bahwa Yesus adalah Mesias (Kis. 2:41). Artinya, setelah Yesus naik ke surga pun tradisi ini tetap ada.

“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” 2 Tes. 2:15 (LAI TB)

Ajaran lisan adalah ajaran yang dibiasakan, dan ajaran yang dibiasakan adalah sebuah tradisi, dalam hal ini tradisi keagamaan. Sekarang mari kita lihat ayat tersebut dalam bahasa aslinya (Yunani Koine):

Ara oun, adelphoi, stēkete kai krateite tas paradoseis has edidachthēte, eite dia logou eite di’ epistolēs hēmōn.”

Paradoseis jika diartikan dalam bahasa Inggris berarti tradition, yang berarti tradisi. Sembahyang juga liturgis, bersama dengan ibadah/misa liturgis berjamaah di hari Minggu. Kedua hal ini termasuk dalam tradisi. Mari kita lihat ayat yang sama, sekali lagi dalam terjemahan bahasa Inggris versi King James Version dan English Standard Version:

"Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle." 2 Thess 2:15 (KJV)

"So then, brothers, stand firm and hold to the traditions that you were taught by us, either by our spoken word or by our letter." 2 Thess 2:15 (ESV)

Jadi, sejatinya kita sebagai umat Kristen tidak hanya beribadah secara liturgis di hari Minggu saja! Umat Kristen memiliki yang dinamakan sembahyang harian (beberapa menyebut sebagai ibadah/ibadat harian), termasuk sembahyang tanpa imam yang ditahbiskan gereja di hari Minggu jika tidak dapat pergi ke gereja karena berbagai alasan.

Sekarang mungkin kamu bertanya, bagaimana tradisi agama Kristen diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan? Denominasi mana yang memiliki ibadah seperti ini? Apakah hal ini dapat membantu selama kita beribadah di rumah saja karena pandemi COVID-19? 

Lebih lengkapnya akan segera dibahas di part berikutnya!

Soli Deo gloria. Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan.

LATEST POST

 

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER