Semakin Terpuruk, Semakin Mengenal-Nya: Sebuah Kajian Teks mengenai Yohanes 9

Going Deeper, God's Words, 22 March 2020
Ia tidak hanya hadir dalam sejuknya kenikmatan, tetapi dalam badai masalah pun Ia hadir. Ia adalah Allah yang menyapa dan merengkuh umat-Nya dalam keterpurukan.

Sebagai manusia, keterpurukan adalah sebuah keadaan yang tentu dihindari. Di tengah terpaan badai Covid-19 yang semakin merebak dan menghantui sebagian dari kita, maka keterpurukan menjadi bayang-bayang yang semakin nyata. Kisah tentang perjalanan seorang manusia dalam keterpurukan, ternyata telah dicatat secara dramatis dalam Alkitab, khususnya dalam Yohanes 9. Bacaan ini memberikan gambaran tentang kisah seorang buta yang disembuhkan. 

Kesembuhan yang ia terima justru membawanya ke dalam keterpurukan, serta termarginalisasi dari komunitas keagamaannya, bahkan dari keluarganya sendiri. Akan tetapi, justru di dalam dan melalui keterpurukannya itu, iman dan pengenalannya kepada Yesus bertumbuh, sehingga ia pun bertemu dengan Yesus yang otentik. Yohanes 9 mencatat 4 tahap perjalanan iman dan pengenalan orang buta yang disembuhkan oleh Yesus.


Pertama: Mengenal Yesus dari Apa Kata Orang (Yoh. 9:11)

Setelah Yesus menyembuhkan orang buta tersebut, ia tiba ke dalam perjumpaan dengan tetangga-tetangganya. Para tetangganya bertanya, bagaimana ia bisa sembuh (ayat 8-10). Dengan segera, orang buta ini pun menjawab apa adanya, bahwa "orang yang disebut Yesus"  yang menyembuhkannya (ayat 11). Pernyataan "orang yang disebut" menunjukan bagaimana orang buta ini sama sekali memiliki pengenalan yang sangat terbatas tentang Yesus. Ia hanya mengenal Yesus dari apa yang dikatakan orang, dan tidak mengenal Yesus secara langsung. Di saat bersamaan, ia tidak mengalami tekanan apa-apa, dan hanya ditanya begitu saja. Bahkan ketika para tetangganya menanyakan di mana Yesus berada, ia menjawab apa adanya bahwa ia tidak tahu.


Kedua: Mengenal Yesus sebagai Seorang Nabi (Yoh. 9:17)

Jika tahap pertama, ia hanya bercakap-cakap dengan tetangganya, tanpa adanya masalah yang dihadapi, maka tahap kedua ini berbeda. Segera, sesudah tetangganya mendengar jawaban yang diberikan oleh orang buta tersebut, mereka membawanya kepada orang-orang Farisi yang adalah para pemuka agama Yahudi (ayat 13). Penulis injil mencatat adanya masalah karena Yesus menyembuhkan orang buta itu dengan mengaduk tanah dan dilakukan pada hari Sabat. Para teolog sepakat bahwa mengaduk tanah adalah salah satu aktivitas yang digolongkan sebagai bekerja, sehingga sangat dilarang untuk dilakukan pada hari Sabat. Oleh karena itu, perbuatan Yesus tersebut terkesan memicu konflik agama dengan orang-orang Farisi. Tidak heran orang Farisi menganggap Yesus bukan berasal dari Allah, melainkan pendosa (ayat 16). 

Setelah bayang-bayang masalah mulai muncul, ketika orang-orang Farisi menanyakan pendapat orang buta tersebut tentang Yesus, ia (orang buta) justru menjawab Yesus sebagai seorang nabi. Di sini jawaban orang buta tersebut tampak berbeda dengan sebelumnya. Ia justru melabeli Yesus dengan predikat nabi (ayat 17). Kita tahu bahwa dalam tradisi Yudaisme yang berasal dari Perjanjian Lama, nabi merujuk kepada orang-orang yang memiliki kredibilitas dan kapasitas yang terpercaya. Di tengah tuduhan orang-orang Farisi bahwa Yesus adalah seorang pendosa, maka secara tidak langsung, orang buta tersebut menyanggah dengan orang Farisi, dengan mengakui Yesus sebagai nabi. 


Ketiga: Mengenal Yesus sebagai Seorang yang Datang Dari Allah (Yoh. 9:33)

Iman dan pengenalan orang buta sejak lahir terhadap Yesus semakin bertumbuh. Semakin terpuruk, ia justru semakin dinamis dalam mengenal Kristus. Konflik atau masalah dengan orang-orang Farisi ini semakin meningkat. Ada sebuah konsekuensi yang fatal bagi setiap orang yang menentang orang-orang Farisi dengan mengakui Yesus sebagai Mesias, yaitu pengucilan atau pengusiran (ayat 22). Ancaman orang-orang Farisi tampak efektif sehingga membungkam orang tua dari orang buta yang Yesus sembuhkan (ayat 22). 

Biblikus seperti J. Louis Martyn, dengan berangkat dari Yohanes 9:22, menyatakan bahwa memang pada masa penulisan Injil Yohanes, pertentangan dengan orang Yahudi sangat signifikan dan menunjukan keadaan komunitas iman sebagai kelompok yang terusir dari sinagoge. Menurut Craig Evans, Injil Yohanes menunjukan konflik yang jauh lebih tinggi dari Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas). Dalam Injil Matius, konflik dengan orang-orang Yahudi hanya di dalam Bait Allah, namun dalam Injil Yohanes, konflik tersebut sampai kepada pengusiran komunitas iman. 

Dalam terang ini, maka orang buta tersebut menyadari betul akan bahaya yang ia hadapi, yaitu pengusiran. Akan tetapi, ia tidak menyerah terhadap bahaya ancaman yang diberikan oleh orang-orang Farisi.  Tidak hanya pengakuannya yang berbeda, tetapi tindakannya pun berbeda. 

Jika sebelumnya ia hanya menjawab pertanyaan saja yang terkesan reaktif semata, tetapi pada tahap ini, ia justru bertindak sangat aktif. Ayat 30-33 menunjukan bagaimana orang buta ini tidak sekedar memberikan jawaban, tetapi memberikan sebuah refleksi teologis, yang bahkan terkesan hendak mengajari orang-orang Farisi, mereka merasa tidak terima diajari oleh orang buta tersebut, bahkan menudingnya sebagai orang berdosa (ayat 34). 

Orang buta ini pun sampai kepada sebuah kesimpulan bahwa Yesus tidak mungkin orang berdosa, melainkan seorang yang datang dari Allah. Dalam tradisi Perjanjian Lama, sebutan seorang yang datang dari Allah merujuk kepada dua sosok, yaitu Musa dan Elia. Oleh karena itu, pada tahap ini, orang buta ini semakin menempatkan Yesus pada posisi yang tinggi. Semakin ia terpuruk oleh orang-orang Farisi, justru ia semakin mengenal Yesus. Akibatnya, ia pun diusir dari persekutuan sinagoge.

Photo by Markus Spiske on UnsplashPhoto by Markus Spiske on Unsplash


Keempat: Mengenal Yesus secara Langsung dan Otentik (Yoh. 9:35-41)

Bagian ini adalah penutup sekaligus kesimpulan dari kisah iman orang buta yang Yesus sembuhkan. Setelah pergi entah ke mana, tiba-tiba Yesus hadir menemui orang buta tersebut, segera sesudah Ia mendengar orang buta tersebut telah diusir. 

Pada tahap yang paling terpuruk ini, pada titik terendah ini, justru Yesus hadir menemui orang buta tersebut. Yesus datang dan bertanya kepadanya, "percayakah engkau kepada Anak Manusia?" Pertanyaan ini bukan sekedar pertanyaan biasa. Secara teologis kata "percaya" dalam Injil Yohanes merujuk kepada sebuah persekutuan dengan Allah melalui Kristus, sehingga pertanyaan Yesus pada ayat 35 ini adalah sebuah undangan untuk masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya. Pernyataan Yesus sebagai Anak Manusia adalah sebuah klaim keilahian Yesus yang membawa terang dan juga penghakiman kepada mereka yang menolak percaya (Loader 2017, 86). 

Orang buta pun merespons dengan iman dan penyembahan (ayat 38). Dengan demikian, ia mencapai sebuah pengenalan yang otentik mengenai Yesus. Fundamentalisme dan kenyamanan beragama telah membawa orang-orang Farisi ke dalam kebutaan yang tidak disadari, sedangkan keterpurukan orang buta tersebut justru membawanya ke dalam perjumpaan yang otentik dengan Yesus (ayat 39-41).


Refleksi

Kisah ini mengajarkan kita untuk melihat dan mengenal Allah secara paradoks. Ia bukanlah Allah yang hanya ditemukan dalam manisnya kehidupan, yang hanya hadir dalam kelimpahan materi atau banjirnya pujian. Ia tidak hanya hadir dalam sejuknya kenikmatan, tetapi dalam badai masalah pun Ia hadir. Ia adalah Allah yang menyapa dan merengkuh umat-Nya dalam keterpurukan. Oleh karena itu, keterpurukan adalah sahabat setia para pencari Allah. Semakin terpuruk, semakin mengenal-Nya. Amin

LATEST POST

 

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER