Antara Aku, Pelayanan, dan Pelarian

Going Deeper, God's Words, 01 March 2020
Pelayananku, pelarianku?

"Hari Minggu (lagi), (lagi), (dan lagi)!" Pikiran ini muncul sebagai bentuk protes sebagian orang yang pusing dengan jadwal pelayanannya. Pagi jadi pemusik, siang jadi Guru Sekolah Minggu, sore jadi MC persekutuan pemuda, malam masih mimpin rapat panitia Paskah. Hari Minggu bukanlah hari istirahat bagi sebagian orang. Hari Minggu kadang justru jadi hari kerja rodi bagi sebagian orang. Awalnya mungkin kamu mikir, "Kas, kan melayani Tuhan itu hal yang kata orang Kristen positif ya?". Aku akan menjawab ala Paulus pada surat di Korintus, "Benar, tapi tidak semua 'pelayanan' itu baik". Tadi saat ibadah di salah satu gereja, aku melihat, ada pelatihan untuk menjadi konselor (one of my biggest dream!). Lalu aku berpikir, "Apakah pelayananku sudah cukup banyak, atau masih harus aku tambah lagi?".


Menjadi pelayan Tuhan buatku itu harus paham dulu alasannya: Mengapa aku melayani? Dan, SPESIFIK! Maksudnya, harus tahu dengan jelas kemana panggilan pelayanan kita ini. Ada orang menjadikan pelayanan sebagai rutinitas, akhirnya capek dan stres sendiri; yang lain menjadikan pelayanan agar dipuji orang, akhirnya kecewa karena dalam pelayanan yang ada hinaan dan rasa tidak puas dari yang kita layani. Ada juga yang menjadikannya sebagai pelarian. "Wait! Tunggu dulu Kas, pelayanan sebagai pelarian! Nggak salah tuh?"



Aku secara pribadi juga sedang merenungkan hal ini. "Apakah pelayananku ini cuma sekedar pelarian dari rutinitasku? Apakah pelayananku ini cuma sekedar bentuk protesku pada diri yang sucked ini? Apakah pelayananku ini adalah pelayanan karena aku sudah nggak bisa ngapa-ngapain lagi?". Pertanyaan ini pernah muncul waktu aku kelas 3 SMA. Si Lukas hampir 24 jam di gereja saat itu. Bisa bayangin? Lalu aku refleksikan hal itu sembilan tahun setelahnya! Aku berpikir, "Mungkin aku cinta kepada pelayananku, sekaligus toxic terhadapnya!". Aku mulai menyadari, sebenernya pelayananku ini adalah "I am a servant who serve the GOD through the people around me" atau "I am a servant because I want to run from something?"


Hampir sebulan yang lalu, salah satu pelayan di gereja di mana aku melayani sekarang meninggal dunia. Aku sengaja hadir di ibadah kedukaan yang diadakan malam hari. Dan, tahukah kamu, aku yang belum sempat mengenalnya, harus bersusah-payah menahan tangisan! Aku melihat banyak orang yang sudah dilayani, atau melayani bersama almarhum, menangis seakan ada kebocoran di kantung air matanya! Aku mendapat definisi "melayani" justru di rumah duka . Bukan masalah pelayanannya kepada siapa dan sebaik apa, tapi aku lebih melihat ketulusan yang mendalam dari pelayanan almarhum. Di titik ini aku berpikir, sudahkah pelayananku itu benar-benar menjadi "dupa yang ga harum-harum amat" atau hanya sebagai "pelarian dari semua masalahku?" Sudahkah aku menyadari bahwa, "Aku ini HAMBA!" dan berusaha yang terbaik yang bisa kulakukan seperti Lukas 17:10 katakan? 


Lukas memang memulai teologi hambanya dari kisah Maria, tapi kata 'hamba' muncul lagi, salah satunya di pasalnya yang ke 17 ayat 10:

"...kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."

Mengapa ya, seorang Lukas menyamakan kita yang bekerja bagi pekerjaan Tuhan itu dengan kata "hamba"? Curigaku adalah, mungkin Lukas mau menegaskan kembali status kita dan Tuhan itu. Dia mau menegaskan bahwa, "Ya emang! Kita ini hamba. Nggak ada yang lain!". Pertanyaannya, hamba macam apa? Tegas dikatakan Lukas "... kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan." Artinya, kita diminta untuk melayani sesuai dengan apa yang 'harus kita lakukan?'

"Kok makin ribet sih Kas lu nulisnya!"
"Sama, gua yang nulis juga ribet mikirin sebagian ayat ini!"

Aku sempat berpikir, jangan-jangan ini bicara soal kapasitas diri, seperti pepatah "Do your best and let God do the rest!".



Lalu bagaimana dengan toxic itu? Merasa kecanduan untuk melayani, tapi lagi-lagi, melayani siapa? Melayani diri sendiri, atau melayani Dia yang bolehin kita buat melayani? Bagi yang sampai sini berpikir "Kas, kok lu repot amat sih! Melayani tinggal melayani, apa susahnya?" Woooo, justru di sinilah letak inti artikelku, kawan. Kalo melayani itu cuma dianggap sebagai kewajiban atau bahkan pelarian, sebenarnya siapa yang kamu, aku, dan kita layani? Coba pertanyakan itu, lalu baca paragraf berikutnya.


Aku rasa kita perlu memeriksa kembali pelayanan kita.

  1. Sudahkah kita melayani dengan hati yang memang mau melayani, bukan kabur dari masalah? Maksudnya begini, kita kadang lupa setiap orang punya motivasi untuk melakukan sesuatu, termasuk dalam melayani. Nah, cek dulu, apakah motivasi itu sudah benar? Karena kalo motivasi kita salah, mungkin ladang pelayanan itu bukan untukmu, tapi ada ladang yang lebih membutuhkanmu sekarang.

  2. Sudahkah ladang kita cocok dengan panggilan kita? Ngeliatnya dari mana? Berdasarkan pengalamanku, kalau itu ladang kita, Tuhan yang akan kasih tanda kok, vice versa, kalau itu bukan ladang kita Tuhan juga akan kasih tanda. Kelihatan teologi tanda banget ya? Ya, sedikit banyak pemikiranku ada terpengaruh teologi itu, karena kupikir, nggak setiap teologi tanda itu negatif kok.

  3. Apakah dengan begini kita membatasi maunya Tuhan? Bisa jadi, kalau pengertian pelayanan kita itu masih sebatas gedung gereja, dan nama di warta jemaat, atau nama di papan pengurus gereja. Tapi cobalah untuk menghayati panggilan melayani itu dengan membebaskan maunya Tuhan. Kalau Tuhan mau kita pindah tempat melayani, ya lakukan, jangan ngeyel sama yang Dia minta. Buatku Dia bukan Tuhan yang bisa diajak negosiasi soal ginian. Maka, mulai pikirkan, di manakah sebenarnya panggilanku itu? Sudahkah kita menghayati panggilan pelayanan itu?


Maka akhir kata, yuk, cek lagi motivasi pelayanan kita. Pelayanankah, atau jangan-jangan ini pelarian! Hati-hati ya kawan. Selamat merenungkan panggilan pelayanan kita, dan belajar untuk menikmati panggilan pelayanan itu.



*LLC-2020 di kamar sambil menatap jadwal ngajar Sekolah Minggu.



LATEST POST

 

Hari ini, 10 November, adalah Hari Pahlawan. Sebagai orang Kristen kita juga diajak untuk meneruskan...
by Christo Antusias Davarto Siahaan | 10 Nov 2024

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER