Berkutat di Tengah Cobaan: Tuhanmu Tiga, Ya?

Going Deeper, God's Words, 19 June 2024
"Terlepas dari inkarnasi dan Trinitas, kita bisa mengetahui apa Tuhan itu, tetapi tidak dengan siapa Tuhan itu." —Timothy George.

            Jujur saja, sebenarnya saya belum pernah ditanyai hal semacam ini sebelumnya, mungkin karena selama ini saya hidup di lingkungan yang cenderung homogen dan senang sendiri. Namun, kalau ditanya, "Sebagai seorang Kristen, apa yang akan Ignite People jawab? "Ya?", "Tidak?", "Tunggu?"" Sudah seperti jawaban Tuhan terhadap doa, ya.

            Percaya atau tidak, jawaban Ignite People menjadi sangat krusial bagi masyarakat di luar sana yang tidak membaca Alkitab dan tidak mengikuti katekisasi. Tentu saja mereka tidak tahu apa itu Tritunggal—mereka bukan Kristen sehingga tidak punya tanggung jawab untuk memahaminya. Bukan salah mereka jika dalam pandangan pertama, mereka akan bilang kalau kita menyembah tiga Tuhan. Kalau Ignite People jawab ya, artinya Tuhan kita tidak satu. Hal itu akan bertentangan dengan paham agama Abrahamik lainnya yang mengakui bahwa Tuhan itu satu, sekaligus bertentangan dengan sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa. Orang Kristen bisa-bisa diusir kalau Ignite People jawab demikian. Namun, bagaimana bila Ignite People jawab tidak? Saya tahu memang itu jawabannya, tetapi bagaimana Ignite People akan menjelaskan kalau Tuhan kita itu tidak tiga? Oh, satu lagi: akan lebih aneh kalau Ignite People jawab tunggu, tetapi itu merupakan satu keputusan yang cukup baik. Ignite People akan punya waktu yang cukup untuk kembali ke artikel ini dan menilik kembali pola pikir mengenai Allah kita yang Tritunggal itu.

            “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!”

—Ulangan 6: 4 (TB).

            Ayat ini akan terdengar kontradiktif kalau kita sandingkan dengan gambar Tritunggal yang bisa kita jumpai di Pinterest. Kalau Tuhan kita itu satu, lantas seperti apa Allah kita yang Tritunggal itu? Bagaimana wujudnya? Nah, ini adalah pertanyaan yang sangat lahiriah. Manusia secara natur memang diperlengkapi dengan indra yang sempurna, maka mereka berpegang kepada indra itu. Manusia diizinkan Tuhan untuk menikmati seluruh ciptaan-Nya dengan adanya indra, dan implikasinya adalah rasa syukur kepada-Nya. Inisiasi Tuhan menciptakan manusia akan berujung kepada siklus yang sebenarnya tidak Dia perlukan, tetapi wajib kita lakukan sebagai orang Kristen beriman. Namun, ketergantungan indra ini adalah salah satu hal yang malah menjauhkan orang Kristen, terlebih muda-mudi sekarang, kehilangan makna akan Tritunggal.

            Tritunggal adalah ajaran paling pertama yang diakui oleh gereja secara universal. Artinya, Tritunggal adalah iman pertama yang harus diterima oleh semua gereja Kristen di dunia. Gereja yang tidak menerima iman mengenai Tritunggal bukanlah gereja Kristen. Demikian juga yang gagal paham tentang Tritunggal, bukanlah gereja Kristen. Tentu saja. Untuk apa Ignite People mengimani sesuatu yang tidak dipahami, ‘kan? 

            “Aku percaya kepada satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa, ... Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, ... Aku percaya kepada Roh Kudus ... Amin.”

—Pengakuan Iman Nikea tahun 325.

            Terdengar tidak asing, bukan? Penggalan kalimat tersebut merupakan bagian dari Pengakuan Iman Nikea, pengakuan iman yang pertama ada dan isinya akan tetap demikian sampai dunia ini berakhir. Pengakuan Iman Rasuli yang kita ucapkan setiap hari Minggu adalah versi ringkas dari Pengakuan Iman Nikea ini. Dari sini kita bisa ambil kesimpulan yang pertama: bahkan ketika gereja masih satu, para Bapa Gereja sudah mencoba mencari cara untuk memahami Allah Tritunggal sebagai jalan bagi pemahaman dan pemenuhan amanat agung dari Kristus yang tertulis pada Matius 28: 19—20. 

            Masalahnya, dasar dari berdirinya kekristenan hingga kini ini perlahan-lahan tergerus aliran zaman. Ibadah-ibadah kontemporer sekarang bukannya mendekatkan manusia dengan pemaknaan akan Tritunggal, malah menjauhkan dan membentuk pola pikir adanya ibadah yang enak. Banyak orang suka mengait-ngaitkan hal ini ketika Tuhan memilih Daud menjadi raja melalui perantaraan Samuel. 

            “... manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”

—1 Samuel 16: 7 (TB).

            Muda-mudi Kristen sekarang berpikir tertutup bahwa Tuhan hanya melihat hati, sehingga segala ajaran yang telah diwariskan dari Kristus melalui para rasul-Nya dan sampai hari ini diajarkan melalui para pengajar di gereja kita masing-masing, adalah hal yang sama sekali tidak penting karena yang paling utama adalah hati. Namun, kepada siapa mereka mengarahkan hati mereka? Kepada Tuhan seperti apa mereka menyerahkan hati? Kepada Tuhan yang bagaimana mereka meniatkan ibadah mereka? Tanyakan saja muda-mudi di gereja Ignite People tentang hal ini; pasti ada di antara mereka yang bahkan gagap untuk menjawab.


Photo by Chris Bair on Unsplash  


            Sekarang, kita kembali tentang Tritunggal. Saya sendiri suka mempelajari Tritunggal dengan menggunakan referensi saudara-saudara kita yang seiman, tetapi tak seamin: Katolik. Mengapa? Selain karena teori Tritunggal kita yang masih sama, rujukan-rujukan yang mereka gunakan cenderung lebih jelas (untuk membedakannya dengan Ortodoks, saya akan bahas Tritunggal melalui Pengakuan Iman Nikea). Mereka adalah saudara-saudara kita yang masih menjaga sebagian besar tradisi rasuli sejak Kristus mengajarkannya kepada murid-muridnya.

            Untuk mempelajari Tritunggal, saya menggunakan Summa Theologica yang ditulis oleh Thomas Aquinas, seorang filsuf ternama dari Gereja Katolik, yang sudah dikanonisasi dan dianggap sebagai orang kudus di Gereja Katolik. Aquinas, menurut saya, cukup cermat dan cerdas bernas dengan memulai semua pembahasannya seperti orang yang tidak tahu apa-apa. Semua pembahasannya dimulai dengan pertanyaan polos, seperti apakah Tuhan itu ada atau tidak. Demikian, seorang klerus seperti Aquinas dapat menjawabnya dengan tepat menggunakan pendekatan yang baik.

            Nah, sekarang apa itu Tritunggal itu? Menurut Aquinas, Tritunggal adalah jumlah persona yang pada hakikatnya adalah satu dan setara. Tritunggal itu adalah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Aquinas juga menggunakan rujukan Pengakuan Iman Athanasium yang diciptakan oleh Athanasius, seorang Bapa Gereja yang menciptakan kredo (baca: pengakuan iman) dengan penjelasan yang lebih detail tentang Tritunggal. Di sana dijelaskan bahwa Bapa bukanlah Anak atau Roh Kudus, Anak bukanlah Bapa atau Roh Kudus, dan Roh Kudus bukanlah Bapa atau Anak. Kendati demikian, Dia tetaplah satu kesatuan yang utuh, dan tanpa satu sama lain Dia tidak dapat dinyatakan sebagai Tuhan.


Photo by Sarah Moon on Unsplash  


            Bapa adalah persona pertama yang langsung dengan mudah dapat kita identifikasi sifat-sifat-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Dia yang memelihara kehidupan dan kepada-Nyalah bangsa Israel mula-mula berdoa. Allah Bapa—bagi sebagian orang—digambarkan sebagai wujud keadilan Tuhan karena Dia digambarkan begitu kejam pada masa Perjanjian Lama. Hal ini tentunya salah karena dwisifat utama Allah, yaitu kasih dan adil, ada sejak permulaan dan selama-lamanya. Bapa dikenal dengan berbagai nama pada masa Perjanjian Lama, seperti YHWH yang dibaca sebagai adonai, Elohim, Eloah, bahkan segala sesuatu yang bermula dengan El memiliki kaitan dengan Allah atau keilahian-Nya. 

            Kemudian, kita juga dengan mengenal Yesus Kristus, yaitu persona Allah yang pernah menjelma sebagai seorang manusia. Menurut Athanasius dalam kredonya, Yesus adalah manusia dan Allah secara sekaligus, tidak terpisah untuk sekali maupun setelah Dia bangkit dari kematian-Nya. Dia digambarkan sebagai Anak Allah yang diutus oleh Bapa untuk menghapus dosa dunia melalui pencurahan darah di atas kayu salib. Banyak yang suka salah kaprah kalau Yesus itu sebenarnya memiliki dua pribadi, atau secara matematis menggambarkan-Nya dengan persentase 100 persen Allah dan 100 persen Tuhan, yang menjadikannya seolah-olah dua persona. Ada pula yang bilang kalau Yesus itu manusia yang dituhankan. Hal ini sudah sejak lama ditentang oleh Bapa Gereja melalui konsili-konsili oikumenis, semacam rapat besar para pemimpin agama Kristen di seluruh dunia. Mereka menetapkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan yang sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia dalam satu waktu bersamaan, dan esensi keilahian dan kemanusiaan-Nya tidak pernah terpisahkan.

            “Sebab, jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.”

—Roma 10: 9 (TB).

            Terakhir, kita mengenal Roh Kudus yang sekali untuk selama-lamanya dicurahkan bagi kita melalui peristiwa Pentakosta yang kita peringati setiap tahun. Lima puluh hari setelah Yesus bangkit dari antara orang mati, Roh Kudus turun dan hinggap di atas para murid dalam rupa lidah api sehingga mereka mampu berkata-kata di luar bahasa yang mereka kuasai. Roh Kudus identik dengan wujud yang abstrak dan kemampuan membuat orang dapat menghasilkan karunia dan nubuat. Adapun mengenai Dia, orang-orang sering beranggapan bahwa Roh Kudus kurang penting dan dampak-Nya kurang signifikan terhadap kehidupan orang Kristen, maka Dia tidak sehakikat dengan Bapa atau Yesus Kristus. Atau malah, Roh Kudus begitu penting karena Dia dapat membuat orang melakukan karunia dan berkuasa memberikan mukjizat pada orang-orang, sehingga Dia lebih penting dari Bapa dan Yesus. Hal-hal ini adalah pola pikir yang salah dan dapat membawa kita kepada kesesatan.

            Nah, ketiga persona Allah ini sering disalahartikan muncul satu per satu. Orang-orang akan beranggapan kalau Bapa ada terlebih dahulu untuk menciptakan segala sesuatu, kemudian muncul Kristus sebagai penyelamat manusia, lalu datanglah Roh Kudus untuk menuntun hidup orang-orang yang telah percaya. Ini paham yang benar-benar salah. Allah dalam ketiga persona-Nya telah ada sejak semulanya. Dengan kata lain, Tritunggal itu bukan barang baru muncul atau baru lengkap setelah Pentakosta, melainkan konsep yang semula jadi sehingga begitu penting bagi kita akan penghayatan terhadap Tuhan. Hal ini dapat dengan mudah kita lihat di Alkitab—kalau Ignite People sangat menentang ajaran-ajaran yang diwariskan dan menilainya tidak alkitabiah.

            “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.”

—Kejadian 1: 2

            “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”

—Yohanes 1: 1

            Dua ayat di atas sudah cukup untuk menjelaskan keberadaan Yesus dan Roh Kudus yang semula ada. Untuk keberadaan Roh Kudus mungkin sudah jelas, tetapi Yesus? Diakah Firman itu? Dalam bahasa asli Injil Yohanes ditulis, kata Firman ditulis dengan kata logos, yang artinya adalah kata. Nah, dari sini kita bisa kembali ke Kitab Kejadian dan melihat kembali cara Tuhan menciptakan seluruh alam dan isinya.

            “Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi.”

—Kejadian 1: 3

            Nah, Allah berfirman. Dengan kata lain, dengan perantaraan Yesus sebagai Allah, semuanya tercipta. Tanpa Yesus, Allah tidak dapat mencipta apa pun. Dari tiga ayat ini, kita sudah bisa menyimpulkan kalau konsep Tritunggal itu ada sejak semulanya. Sudah cukup paham dengan eksistensi Tritunggal?

            Sekarang, coba kita pikirkan ini: bagaimana Dia bisa dikatakan satu? Coba perhatikan dari tadi saya menggunakan kata Dia, bukan Mereka, karena pada hakikatnya mereka adalah satu. Konsep kesatuan ini juga sering disalahpahami oleh masyarakat Kristen secara luas, sehingga menuntun mereka menuju kesesatan. Parahnya, kesesatan ini diajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu secara tidak sadar, sehingga pemahaman mereka menjadi salah untuk selama-lamanya. Memang, hal itu bukanlah dosa. Namun, kalau Ignite People menolak kebenaran dan bertahan kepada kebodohan itu, apa untungnya, ‘kan?

            “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”

—Galatia 6: 3


Photo by Gift Habeshaw on Unsplash  

          Pernahkah Ignite People mendengar kalau Tritunggal itu sama dengan seorang laki-laki? Diibaratkan bahwa Tuhan itu satu, layaknya seorang laki-laki, tetapi berbeda panggilan ketika berbeda tempatnya. Di rumah, dia dipanggil sebagai ayah, di mobil, dia dipanggil sebagai sopir, di kantor, dia dipanggil sebagai seorang bos. Atau, ibaratkan dengan kipas angin berbilah tiga? Atau juga, ibarat matahari yang berupa bintang yang memancarkan panas dan cahaya? Kita bahas.

            Allah tidak sama seperti seorang laki-laki dengan panggilan yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa Allah hanya memiliki satu persona dengan tiga nama, bukan satu hakikat dengan tiga persona. Paham ini sudah menyebar sejak masa Gereja Mula-Mula dan dikenal sebagai paham Modalisme. Bagaimana dengan kipas? Memang ada tiga baling-baling dan hanya ada satu kipas. Namun, satu baling-baling itu hanya akan merepresentasikan sepertiga dari Allah. Bapa, Anak, dan Roh Kudus masing-masing adalah sungguh-sungguh Allah, bukan sepertiga Allah yang saling melengkapi. Paham ini dikenal sebagai Parsialisme atau Triteisme. Terakhir, tentang matahari. Dengan menggunakan matahari, itu menunjukkan bahwa cahaya dan panas keluar dari bintang, seolah-olah Bapa menciptakan atau mengeluarkan Anak dan Roh Kudus, menjadikan Dia tidak sehakikat. Paham ini dikenal sebagai Arianisme. Nah, ketiga ajaran ini sudah ada sejak semula Gereja lahir pada saat Pentakosta dan sudah banyak pula usaha untuk menentang ajaran-ajaran sesat seperti di atas. Lantas, apa penggambaran yang benar?

            Sekarang, saya meminta Ignite People fokus kepada konsep kesatuan, bukan kepada jumlah. Saya suka mengatakan bahwa konsep kesatuan Allah menyerupai pernikahan. Dalam pernikahan, ada suami dan istri. Mereka dipersatukan, tetapi tetap dua pribadi. Mereka secara simultan adalah pasangan meskipun sang suami tidak secara fisik ada bersama sang istri. Atau, bisa pula dengan analogi tubuh, jiwa, dan roh yang ada pada manusia. Tanpa salah satu, manusia tidak dapat hidup. Ketiganya ada secara simultan dan sinergis meskipun merupakan hal yang sama sekali berbeda.

            Setelah membaca sampai paragraf terakhir ini, apa gunanya mengetahui Tritunggal bagi kehidupan kita? Generasi masa kini mungkin menganggap pengetahuan akan Tritunggal cuma pelajaran formalitas untuk mengisi kurikulum katekisasi di berbagai gereja. Padahal, pengetahuan ini bukan hanya sekadar konsep yang menjadi fondasi berdirinya Gereja, tetapi juga menjadi fondasi iman kita. Bahkan, menjadi inti menyeluruh dari Alkitab yang ada pada kita saat ini. Pemahaman akan Tritunggal membuat kita paham akan Allah dan mendekatkan kita dengan Dia. Jadi, kalau Ignite People ditanya mengenai Tritunggal oleh orang di luar sana, sudah tahu harus menjawab apa, ‘kan? 

            Kemuliaan kepada Bapa, Anak, dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan selama-lamanya. Amin.

LATEST POST

 

Hari ini, 10 November, adalah Hari Pahlawan. Sebagai orang Kristen kita juga diajak untuk meneruskan...
by Christo Antusias Davarto Siahaan | 10 Nov 2024

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER