Bekerja: Kenyataan Hari Ini

Going Deeper, God's Words, 09 May 2019
Kita tidak tahu lagi siapa diri kita, karena pekerjaan kita malah mengasingkan kita, bukan hanya dari sesama dan lingkungan, tetapi juga dari diri kita sendiri.

Barangkali sebagian dari kita tidak asing dengan ungkapan ini: "Pergi Pagi, Pulang Petang, Penghasilan Pas-Pasan". Ungkapan ini sebenarnya merefleksikan apa yang menjadi kenyataan sehari-hari mereka yang bekerja. Rasa frustasi dan tidak berdaya karena pekerjaan yang kita kerjakan. Kita butuh pekerjaan demi bertahan hidup, tapi justru pekerjaan juga yang membuat kita menjadi seperti orang-orang yang tidak hidup. Tekanan kehidupan telah mendorong sebagian pekerja seperti kita, yang seringkali tidak merasa cukup dengan materi yang kita terima, menyuarakan tuntutan soal keadilan sosial dalam bekerja.

Alkitab banyak berbicara tentang keadilan sosial, misalnya saja di dalam Amsal 31: 8-9 dimana Allah menuntut untuk kita menyuarakan ketidakadilan dan di dalam Yeremia 22:3 yang menyatakan Allah menentang para penindas. Kedua ayat ini bisa menjadi peringatan bagi para pemilik usaha dan pemerintah agar tidak semena-mena terhadap para pekerja dan agar perlakuan yang adil, setara, dan manusiawi diutamakan dalam memberikan pekerjaan. Tetapi sekaligus juga ayat-ayat yang sama bisa dikenakan juga terhadap para pekerja, agar mereka juga bersikap adil dan jujur dalam pekerjaan mereka karena pada dasarnya para pemilik usaha juga adalah orang-orang yang bekerja. Para pekerja bisa juga menjadi penindas terhadap para majikan mereka dengan melakukan kecurangan atau tindakan sepihak. 

Bukan hanya persoalan di atas, tapi juga kenyataan hidup serasa membuat kita memandang bekerja dan pekerjaan bukan hanya menjadi beban tapi juga jebakan. Kita tidak tahu lagi siapa diri kita, karena pekerjaan kita malah mengasingkan kita, bukan hanya dari sesama dan lingkungan, tetapi juga dari diri kita sendiri. Kita menjadi tak lebih dari alat atau sekedar sekrup dari suatu mesin besar. Lalu apa yang orang Kristen harus perbuat menghadapi kenyataan sekarang soal bekerja dan pekerjaan? Apakah tidak ada jalan keluar dan melakukan perubahan? Jawabannya ada dan dapat ditemukan di dalam Alkitab.

Photo by chuttersnap on Unsplash


Bekerja: Sebelum dan Setelah Kejatuhan Manusia

Di dua pasal pertama dalam Kitab Kejadian, bisa kita lihat kisah sambung-menyambung tentang Allah, manusia, bekerja, dan dosa. Di sana dinyatakan bagaimana Allah sengaja merancang  manusia pertama untuk bekerja. Setelah Adam diciptakan maka Allah menempatkannya di Taman Eden, berbekal mandat untuk berkuasa dan memelihara bumi. Adam dipercayakan menjadi pengelola taman milik Allah. Pada bagian ini kita melihat Allah menciptakan Adam memang sesuai gambar dan rupa-Nya dan salah satu citra Allah adalah Allah yang bekerja, yang tampak melalui proses penciptaan. 

Lalu apakah yang diterima Adam sebagai pekerja Allah di taman tersebut? Menariknya, tidak diceritakan semacam reward  dalam bentuk materi, seperti yang lazim diterima sekarang. Melalui pekerjaannya, justru reward yang diterima oleh Adam ialah ia menemukan dirinya, yang membentuk Adam jauh lebih baik lagi. Hal tersebut ditunjukkan melalui momen ketika Allah mengumpulkan semua hewan ke hadapan Adam dan ia dengan tekun memberikan nama pada tiap-tiap hewan itu. Memberikan nama bukanlah sesuatu hal yang mudah, terlebih memberikan nama untuk semua hewan. Tugas ini membutuhkan proses, bukan hanya melibatkan waktu dimana kesabaran diuji, tetapi juga membutuhkan proses kecerdasan dimana Adam pastilah harus mempelajari terlebih dulu semua keunikan hewan-hewan tersebut sebelum sampai pada kesimpulan yang pas dan akhirnya memberikan nama. Dengan cara ini, Adam menyaksikan sendiri kapasitasnya yang luar biasa sebagai ciptaan Allah dan bahkan sanggup mendorong dirinya lebih baik lagi lewat proses dalam pekerjaannya. Dan ketika Hawa (Eve) diciptakan, Adam mampu mengeluarkan pemahaman yang indah tentang apa dan siapa perempuan itu.

Kisah terus bergulir sampai peristiwa kejatuhan terjadi, nuansa keindahan cerita berganti menjadi kesuraman. Perubahan ini juga terjadi pada arti bekerja dan pekerjaan bagi manusia. Ketika Allah mengutuk tanah, maka pekerjaan bagi manusia tak lebih menjadi beban berat yang berujung pada kehampaan. Seolah-olah manusia terdampar hadir di dunia hanya untuk binasa. Dan di antara kehadiran dan kebinasaan itu, manusia dikenyangkan oleh peluh dan keluh dalam bekerja hanya demi mempertahankan hidup yang fana. Ini seperti yang Pengkhotbah katakan, "kesia-siaan demi kesia-siaan", "Life is just a vanity fair". Kenyataan bekerja dan pekerjaan yang demikian terus berlanjut sampai sekarang. Barangkali kalau diringkas dalam satu tema besar, maka pekerjaan bagi manusia pada akhirnya adalah I fight for nothing. Lalu jika demikian adakah way out? Alkitab menawarkan jalan keluar yang dimulai dari perubahan cara pandang kita soal bekerja dan pekerjaan. Perubahan tersebut yang akan menuntun kita kembali pada arti bekerja dan pekerjaan yang semula.

Photo by Abbie Bernet on Unsplash


Bekerja dan Pekerjaan: Kembali Pada yang Mula-Mula

Amsal 14: 23 mencatat tentang keuntungan dari jerih payah. Jerih payah menyiratkan tentang totalitas dalam berusaha dan Amsal menyatakan hal demikian tidak akan sia-sia karena ada keuntungan sebagai hasilnya. Semua jerih payah, jika di dalam teks Bahasa Inggris ialah 'all labor' dan 'labor' itu berbicara tentang usaha atau pekerjaan yang dilakukan secara nyata dan menghasilkan sesuatu yang nyata. Apa yang nyata dalam pekerjaan dan suatu karya berarti berbicara tentang keterlibatan (involvement) dan pengalaman (experience). 

Ini berarti bekerja dan pekerjaan adalah tentang apa yang menjadi perhatian kita dan apa yang kita tahu tentang suatu pekerjaan. Perhatian dan pengetahuan itu kemudian  kita terapkan melalui pekerjaan kita untuk menghasilkan suatu karya. Karya dari pekerjaan tersebut menjadi pengalaman kita dan pengalaman adalah bukti dari keterlibatan kita dalam suatu pekerjaan dan dengan pengalaman tersebut kita dimampukan untuk terlibat lebih jauh lagi dalam pekerjaan lainnya. Seperti yang dilakukan Adam sebelum kehadiran dosa, ia melibatkan totalitas kapasitasnya sebagai ciptaan Allah ketika menamai manusia dan ketika pekerjaan itu telah dilakukan, maka hal itu menjadi pengalaman yang berharga baginya.

Melalui keterlibatan dan pengalaman, Adam menemukan dirinya dan mampu membuat dirinya lebih baik lagi. Lalu apa yang diterima Adam sebagai  pekerja Allah? Adam menemukan kekayaan hidup melalui keterlibatan dan pengalamannya bekerja. Dalam keterlibatan dan pengalaman di taman tempat ia bekerja, ada proses rutin yang menjadi pengalaman positif dan ada juga pengalaman yang bisa jadi “menyakitkan” karena pastilah tidak mudah mengurus suatu taman  yang luas terlebih ketika Hawa (Eve) belum hadir. Itulah yang disebut keuntungan (profit). 

Profit pertama-tama tidak bicara keuntungan dalam pengertian kelimpahan materi. Profit bicara tentang kelimpahan yang memperkaya kehidupan kita melalui proses pengenalan dan pembentukan diri kita sehingga kita dimampukan untuk terlibat dan mengalami pengenalan dan pembentukan terhadap sesama lainnya. Ketika hal itu terjadi maka lingkungan dimana kita berada menjadi lebih baik dan pada gilirannya kita memperoleh bonus, yaitu apresiasi secara materi atas pekerjaan kita. Bukan berarti materi menjadi tidak penting, karena selama kita masih menempati tubuh fisik maka selama itu pula kita membutuhkan materi. Tapi yang hendak menjadi perhatian khusus di sini ialah perubahan cara pandang tentang bekerja dan pekerjaan agar kita bisa melampaui cara pandang modern tentang pekerjaan yang justru membuat kita terasing dari diri kita dan sesama. Akhirnya pekerjaan menjadi salah sumber masalah dan konflik manusia dan masyarakat.

Photo by bruce mars on Unsplash


Mengubah Mindset untuk Etos yang Membawa Perubahan   

Jadi sekarang bagaimana? Maka sebenarnya tiap-tiap orang Kristen dipanggil untuk membawa perubahan ke dalam dunia ini, termasuk urusan bekerja dan pekerjaan. Dari apa yang dijabarkan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa keutamaan bekerja dan pekerjaan ialah menghadirkan kebaikan secara nyata bagi diri, sesama, dan lingkungan. Hal ini memang tidak mudah karena orang-orang Kristen juga adalah orang-orang berdosa yang hidup di dunia yang juga berdosa. Oleh karena itulah kita harus memohon keterlibatan Allah, yang adalah 'Sang Kebaikan' itu sendiri, agar kita dimampukan mengalami keterlibatan-Nya dan kita bisa membawa yang lain kepada 'Sang Kebaikan'. Kebaikan yang ada pada kita diberikan mula-mula agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi, tapi tidak sampai situ saja. Kebaikan juga harus dihadirkan kepada yang lainnya agar yang bumi ini penuh dengan kebaikan termasuk juga dalam bekerja dan pekerjaan. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Soli Deo Gloria.




LATEST POST

 

Bagi sebagian besar umat Kristiani, sejujurnya peristiwa Paskah—peristiwa kebangkitan Yesus&md...
by Christian Aditya | 26 Apr 2024

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER