Pemilu dalam Sudut Pandang Kristen

Going Deeper, God's Words, 12 April 2019
Bagi Yesus, kekuasaan adalah kesempatan untuk melayani.

Pendahuluan

Sebuah band akustik menyanyikan sebuah lagu yang menarik di acara Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) di depan Istana Negara. Isi liriknya demikian:
Ada Prabowo ada Jokowi.
Saling rebutan kursi.
Obral janji memberi ilusi.
Rakyat selalu dibohongi.
Janji, janji, janji tinggal janji.
Kalau gak janji gak menang.

Lirik tersebut memang sederhana, tetapi berhasil memberi jawaban lugas tentang apa yang menjadi harapan rakyat. Menurut hemat saya, lirik tersebut lebih menyuarakan apa yang menjadi keinginan rakyat, bukan siapa yang ingin rakyat pilih. Bukankah seharusnya memang demikian?

Tidak terlalu penting siapa yang akan terpilih nanti. Yang lebih penting adalah bagaimana pemimpin itu memimpin bangsa ini. Maka, seharusnya yang diributkan bukanlah tentang usaha tim sukses memenangkan calonnya, melainkan apakah selepas Pemilu pemimpin yang terpilih sungguh-sungguh bekerja untuk rakyat.

Photo by Wonderlane on Unsplash

Janji Tinggal Janji

Semua mata rakyat tertuju pada pesta demokrasi ini. Pemilu amat dinantikan untuk menyatakan dukungan pada calon pemimpin yang dijagokannya. Tim sukses setiap pasangan calon wakil rakyat berlomba-lomba menunjukkan kelebihan jagoannya. Semua ini dilakukan untuk dapat memiliki kekuasaan.

Namun benarkah ini yang dibutuhkan oleh bangsa kita saat ini; berlomba mendapatkan kekuasaan?

Bukankah yang terpenting dari sebuah ajang demokrasi seharusnya adalah tentang kesanggupan pemimpin untuk membawa cita-cita bangsa demi kesejahteraan rakyat banyak—alih-alih sebatas siapa figur yang memimpin? Bukankah pengalaman telah menceritakan jika ternyata suara rakyat hanya “laku” saat Pemilu berlangsung? Karena nyatanya, setelah Pemilu selesai, suara rakyat dibungkam. Inilah yang sering disebut dengan “Janji tinggal janji, rakyat selalu dibohongi.”

Yonky Karman menyampaikan, “Ketika wakil rakyat merasa tidak perlu mendengarkan suara rakyat, panggilannya telah dikhianati.” Panggilan wakil rakyat adalah mengatasnamakan rakyat untuk melayani rakyat. Namun seringkali yang terjadi adalah setelah mendapatkan kekuasaan, penguasa melayani kepentingan diri sendiri.


Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash

Kekuasaan = Melayani

Suatu kali murid-murid Yesus bertengkar soal kekuasaan. Masalah yang mereka ributkan adalah soal siapakah yang layak duduk di kursi di sebelah Yesus. Mendengarkan pertengkaran itu, Yesus menengahi mereka dengan sebuah penjelasan :

“Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.”

Yesus menjelaskan bahwa para pemerintah memimpin hanya untuk kekuasaan dan kekuatan. Oleh karena itu, mereka menjalankan amanah itu dengan tangan besi dan tindakan yang keras terhadap rakyat; Sesuka mereka. Apa yang mereka pandang baik bagi mereka, itulah yang mereka lakukan.

Tapi tidaklah demikian dengan paham orang Kristen. Bagi Yesus, kekuasaan adalah kesempatan untuk melayani. Yesus mengatakan, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;”. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang terpanggil untuk berkuasa, melainkan pemimpin yang terpanggil untuk melayani.


Photo on Pixabay

Pemimpin yang Melayani

Menjelang Pemilu ini, rakyat perlu memilih dengan kritis pemimpin yang ia jagokan. Ia harus memiliki kejelian untuk melihat pemimpin yang bukan mencari kekuasaan semata, melainkan bagaimana dengan kekuasaan itu dapat melayani kepentingan rakyat. Menurut saya, pemimpin yang melayani itu adalah pemimpin yang memiliki tiga nilai berikut:

1. Pemimpin yang tidak korupsi

Korupsi berasal dari kata “corrupt” yang artinya rusak. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang memahami tentang pentingnya membangun sistem yang baik menuju kesejahteraan masyarakat. Namun pemimpin yang hanya mengejar kekuasaan, hanya akan berakhir pada hasil korupsi.

Maka itu, di dalam Pemilu, rakyat harus sadar untuk memilih pemimpin yang memahami kebutuhan bangsa Indonesia. Ia mengerti medan yang ia masuki. Ia memahami permasalahan besar bangsa dan bertindak dengan benar. Ia tidak terbawa kepentingan partai politiknya, tetapi menjalankan amanah rakyat sesuai dengan janji-janji yang telah ia berikan.

2. Pemimpin yang menunjukkan moralitas yang benar

Apalah arti memiliki kuasa tanpa moralitas yang benar? Yang terjadi hanyalah kekacauan besar. Karman pernah mengatakan demikian:

“Politik kita dimaknai sebatas arena pertarungan kekuasaan mengandalkan kapitalisasi modal, kolusi penguasa dan pengusaha, serta politik uang. Demokrasi yang tidak berporos pada keutamaan moral itu mengotori politik. Politik penguasa akhirnya berujung pada siapa yang layak dikorbankan.”

Tanpa moralitas, kemanusiaan direndahkan. Pemerintahan menjadi otoriter dan pemimpin bertindak suka-suka sesuai mau mereka. Pembangunan akan terfokus pada bangunan fisik dan penanaman modal, sementara manusia Indonesia tidak akan berkembang.


Photo on Pixabay

3. Pemimpin yang Pancasilais

Pemimpin yang Pancasilais adalah pemimpin yang menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan. Ia memahami konteks Indonesia yang terdiri atas berbagai kemajemukan, baik suku, tradisi, budaya dan agama. Pemimpin yang tidak Pancasilais akan mengejar kekuasaan akan berdiri sepihak pada mereka yang menguntungkannya. Hal ini tentu akan berakibat buruk pada integrasi nasional.

Kesimpulan

Pesta demokrasi akan segera diselenggarakan. Semua calon pemimpin dan wakil rakyat berlomba-lomba mencari suara rakyat. Namun sering kali hal itu dilakukan hanya untuk mendapatkan kekuasaan ketika pemilu dilangsungkan. Setelah Pemilu selesai, suara rakyat sudah tidak lagi didengarkan. Hal ini terjadi karena memiliki jabatan dilihat hanya sebagai kesempatan berkuasa dan bukan melayani amanah rakyat.

Yesus mengajarkan bahwa mereka yang ingin berkuasa haruslah menjadi pelayan. Kekuasaan adalah kesempatan untuk melayani. Maka itu Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak korupsi, bermoralitas dan Pancasilais.

Penulis : Jevin Sengge

LATEST POST

 

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER