Ragam Kisah Cinta: Nala

Best Regards, Fiction, 21 May 2021
Hidup memang tidak selalu penuh tawa, seringkali ada luka atau sesuatu yang tidak terduga, semoga kita tidak pernah sendirian melaluinya.

And I don't know how it gets better than this
You take my hand and drag me head first
Fearless
And I don't know why
But with you I'd dance in a storm
In my best dress
Fearless

Lagu Taylor Swift berjudul Flawless terdengar diseluruh penjuru ruangan dengan seorang wanita yang malam itu baru saja berusia 29 tahun menyanyikannya keras-keras. 

“Nala... Nala... Kamu itu semangat banget nyanyi lagu tentang first kiss yang nggak pernah kamu sendiri alami.” Kalimat Arga ini sontak membuat semua orang di ruangan itu tertawa, kecuali Nala yang kemudian pasang muka manyun. 

“Arga, sekarang adalah harinya Nala. Please jangan membuat princess Nala bad mood malam ini.” Goda Andini sembari membagi-bagikan potongan kue tart ulang tahun. Nala mencolek krim di atas kue tart itu hendak menaruhnya di pipi Arga, tapi tangan temannya itu dengan cepat mencegahnya. 

“Iya tau, yang udah nikah mah bebas mau komentar apa aja.” Ujar Nala sambil memasang lirikan tajam berharap dengan begitu bisa sedikit menyiksa Arga tapi yang dilirik malah tertawa. 

“Oh iya dong, tapi jangan cerita deh ya, yang. Apa aja yang udah kita lakuin ke mereka semua. Nanti malah kepengen.” Kata Arga sambil merangkul Sarah, istrinya yang ada tepat di sampingnya. Sarah hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Yoda membantu Andini menata makanan di atas meja makan. Sekedar informasi, Yoda dan Andini adalah sepasang kekasih yang sudah 5 tahun pacaran. 

Nala melipat kedua tangannya di dada dan menatap kedua pasang sejoli yang ada di ruangan itu. “Kalian di sini bukan bermaksud mengintimidasi aku satu-satunya jomblo di ruangan ini, kan?” teriaknya dengan nada kesal khas Nala. 

“Apaan sih, Nal. Nggak lah. Kita kan teman kamu dari sejak maba. Kayak yang baru kenal aja.” Sahut Andini lagi, yang biasanya memang suaranya selalu menenangkan mereka semua. 

“Tari mana nih, kok belum dateng? Dia kan satu-satunya sohibku yang sama-sama belum punya pacar.” Nala meraih handphone dan mengirim chat pada Tari yang masih di jalan menuju rumahnya. 

“Masa sesulit itu sih Nal, buat kamu cari pacar?” Tanya Sarah sambil menyuapkan kue tart ke mulut Arga. “Carikan dong, yang. Siapa ya yang bisa kita kenalin ke Nala. Eh Bima gimana?” sahut Arga. 

“Nggak usah ngaco, semua cowok yang kamu kenalin ke aku nggak ada yang bener.” Potong Nala sebelum Arga mulai menyebutkan serentetan nama cowok lainnya. 

“Nala, nggak ada cowok yang bisa memenuhi ekspektasi kamu.” Sahut Arga lagi. Andini memberi isyarat supaya semua orang berhenti berdebat dan duduk mengelilingi meja makan karena makanan sudah siap. Setelah berdoa mengucap syukur untuk bertambahnya usia Nala, mereka pun makan malam. 

“Kalian tahu gengs, kayaknya aku nggak bakalan nikah, karena impianku adalah menikah atas dasar cinta.” Ujar Nala setelah memasukkan sesuap bebek goreng ke mulutnya. 

“Lizzie di Pride and Prejudise? Nala, hidup itu nggak seperti film. You need to stop thinking about fairytale things...” timpal Arga yang selalu bisa membuat Nala menjadi jengkel dengan ucapannya karena memang selalu benar. Sarah menyikut Arga dengan lengannya memberi tanda supaya suaminya itu berhenti menggoda Nala. 

“Apa? Bener kan? Kita udah 29 tahun, seharusnya sama-sama tahu lah ya. Mau sampai kapan kamu nunggu pangeran kaya raya dan baik hati kayak Mr. Darcy lewat di hidupmu? Butuh usaha, Nal. Jangan Cuma nonton drama Korea tiap pulang ngajar, sosialisasi gitu loh...” Tambah Arga lagi.

“Oh ya, dengan balesin chatiing cowok-cowok gak jelas yang kamu kenalin ke aku?” Sahut Nala. Pasti yang dimaksud adalah Randi yang gaya chattingnya selalu membuat Nala ingin merevisi kalimatnya. Nala adalah guru bahasa Indonesia di sebuah SMA swasta dan dia sangat geli dengan orang yang tidak berbahasa Indonesia yang baik dan benar. 

“Jangan chatting, tapi ketemuan.” Tambah Arga lagi. Nala hanya mendesahkan nafas keras-keras, tahu, tidak akan selesai jika berdebat dengan Arga. Mereka pun menyelesaikan makan dengan membahas serial Netflix, akun satir Kristen di Instagram, hingga kucing liar di  daerah rumah Nala yang baru saja beranak.

“Oiya Nal, gimana kabar Papa?” Tanya Yoda sedikit ragu, karena dia tahu ini adalah hal yang cukup sensitif bagi Nala. Tangan Nala yang sedang mengunyah apel terhenti. Andini menatap Yoda dengan membelalakkan mata, keberatan jika dia menyinggung hal itu di malam yang istimewa ini. Suasana berubah menjadi menegangkan. Nala bangkit dari kursinya dan membuka kulkas untuk mengambil botol air minum. Keempat orang temannya di meja makan hanya bisa saling bertatapan lalu menatap Nala.

“Tadi Papa nelfon. Tapi aku nggak angkat.” Katanya kemudian. Ada nada sedih yang terdengar. 

That’s good... Papamu sudah mulai menunjukkan perhatian.” Seru Andini berusaha mencairkan kembali suasana. 

“Setelah 12 tahun yang lalu ninggalin aku sama Mama dengan selingkuhannya, terus sekarang dia sudah punya anak dengan selingkuhannya itu. Hah. Aku nggak butuh perhatian dari dia.” Nala terdengar marah kali ini. Dia kembali ke tempat duduknya tadi dan tangannya mulai mengupas apel. Ada hening yang panjang. Hanya dentingan jam di dinding yang terdengar. Mereka tahu, jika salah berbicara satu kalimat saja, mungkin mereka tidak akan pulang hidup-hidup dari rumah Nala. Karena, wanita itu jika sudah berbicara tentang Papanya, cukup menakutkan. Terakhir kali, Nala sempat batal ikut berlibur hanya karena Arga bilang, kalau Papanya mau ikut membiayai perjalanan mereka.

“Aah... Iya, Aku inget perkataan kamu, Yod. Tentang trauma masa lalu, kan?” Nala memandang Yoda, dia adalah dosen jurusan psikologi yang seminarnya diikuti oleh Nala sebulan lalu. Seminar tentang penyembuhan luka masa lalu. 

“Iya, aku berpikir apa mungkin kamu menyimpan rasa takut untuk berelasi karena pengalaman itu.” Kata Yoda pelan. Andini yang duduk di sampingnya menggenggam tangan pacarnya itu, khawatir akan respon Nala. Nala berhenti mengupas apel lalu tiba-tiba menusuk apel itu dengan pisau di tangannya. Keempat temannya sontak kaget. Namun, Nala hanya diam tatapannya nanar ke arah apel di hadapannya. 

“Memang benar. Apa yang kamu katakan tadi benar adanya.” Nala menatap Yoda lalu ke arah teman-temannya yang lain secara bergantian. Wanita itu menarik nafas panjang yang berat, sebelum melanjutkan “Terlalu banyak luka yang ada di sini.” Tangan memegang dada. “Aku berfikir, kalau Papaku sendiri aja,  bisa ninggalin aku... Apalagi orang asing yang nggak aku kenal sama sekali? Apa ada yang mau nerima aku? Atau semua laki-laki di dunia ini brengsek dan nggak bisa dipercaya?” Nada suaranya bergetar dan air mata menetes melalui pipinya. Tidak ada yang bergerak dari tempat duduk. Semuanya hanya diam dan mendengar apa yang akan dikatakan Nala. 

Dulu Nala begitu dekat dengan Papanya. Namun setelah dia memergoki Papanya berselingkuh, dan memutuskan untuk bercerai dengan Mamanya, hubungan itu hancur. Nala berusaha untuk menerima kenyataan dan tetap tumbuh dengan baik, hingga saat ini. Ternyata dirinya tidak sedang baik-baik saja. Lukanya masih menganga dan tanpa sadar membuatnya sulit untuk bisa mempercayai laki-laki mana pun.

“Kalian tahu setiap kali aku deket sama cowok, aku selalu berpikir ‘apa ini bakalan berhasil? Gimana kalau dia ninggalin aku kayak Papa? Gimana kalau ternyata memang, aku nggak pantas untuk mendapatkan cinta?’” Nala tertawa namun sambil menangis. Andini menghampirinya hendak memeluk sahabatnya itu. “It’s okay din. Aku sadar kok emang perlu menghadapi diriku sendiri dulu sebelum ketemu sama siapa pun itu.”

“Euum, Nala... Kamu pantes dapet cinta kasih, kita sayang banget sama kamu. Tuhan Yesus apalagi. Pasti luka-lukanya bisa sembuh.” Hibur Andini. 

“Bagus Nal, kalau kamu bisa jujur sama dirimu sendiri dan sama kita-kita. Itu tanda kalau kamu sudah melangkah ke arah pemulihan. Memang nggak gampang, tapi kita terus support.”

“Thank youuu... Yoda! Awalnya aku pengen marah banget sama kamu gara-gara ngajakin aku ikut acara begituan. Tapi ini bener-bener harus kuhadepin supaya bisa merdeka. Lihat nama Papa di handphoneku masih bikin aku males banget.” Lalu Nala mengambil tissue dan membuang ingusnya dan melemparnya ke arah Yoda. “Nala! Dasar jorok!” teriak Arga menteri kebersihan di antara mereka. Nala pun kembali tertawa lepas. “Ini ulang tahun macam apa sih. Kok pakai nangis segala.” Goda Arga. 

Setelah itu terdengar suara pintu ruang tamu terbuka. Jika ada orang masuk tanpa ketukan pintu, maka itu pasti Tari. Satu lagi sahabat mereka yang belum datang. Bahkan, sebelum Tari sampai di ruang makan, Nala sudah berteriak hingga suaranya terdengar sampai di pos satpam depan perumahan.

 “Woi Tar, telat banget ya kamu! Pokoknya kalau sampai nggak bawa gelato yang aku pesenin, tiada kata maaf bagimu. Lagian ngapain aja sih...” Suara cempreng Nala seketika berhenti ketika menatap ke arah Tari yang datang dengan membawa 2 orang laki-laki lain yang tidak di kenalnya.

Sontak Nala berdiri dari tempat duduknya dan menjatuhkan tissue yang penuh ingus di lantai. 

“Hai gengs!” Sapa Tari kemudian, tangannya merangkul salah satu laki-laki yang datang bersamanya. Nala hanya bisa terkaget dengan sedikit menganga, tidak siap kedatangan orang baru di rumahnya. 

“Jadi, perkenalkan namanya Thomas. Dia pacar aku dan kita baru jadian hari ini!” Seru Tari kemudian dengan menunjuk kepada laki-laki yang di sampingnya. 

“Oh iya, yang ini Domi, temennya Thomas. Aku sengaja ajak mereka berdua supaya ulang tahun Nala malam ini lebih ramai.” Tari memperkenalkan satu laki-laki lain lagi di sebelahnya dengan senyumnya yang lebar. 

Sedangkan di dalam hatinya Nala mengutuki sahabatnya itu karena tidak memberinya kesempatan untuk tampil dengan ‘layak’ dihadapan laki-laki manis yang baru memasuki rumahnya itu. Nala menyadari dirinya sedang tanpa make-up apa pun, menggunakan hoodie BTS berwarna pink yang sudah lusuh, celana olahraga, rambutnya yang dicepol berantakan dan matanya yang sembab sehabis menangis. Setelah saling bersalaman, malam itu menjadi malam yang panjang dan ramai di rumah Nala. 

Hidup memang tidak selalu penuh tawa, seringkali ada luka atau sesuatu yang tidak terduga, semoga kita tidak pernah sendirian melaluinya.

Bersambung...

 

RELATED TOPIC

LATEST POST

 

Hari ini, 10 November, adalah Hari Pahlawan. Sebagai orang Kristen kita juga diajak untuk meneruskan...
by Christo Antusias Davarto Siahaan | 10 Nov 2024

Akhir Oktober biasanya identik dengan satu event, yaitu Halloween. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya...
by Immanuel Elson | 31 Oct 2024

Cerita Cinta Kasih Tuhan (CCKT) Part 2 Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti talkshow&n...
by Kartika Setyanie | 28 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER