“Aku MengasihiNya (?)”

Best Regards, Live Through This, 20 April 2020
Sungguhkah kita mengasihiNya? Atau hanya anggapan kita semata bahwa kita mengasihiNya?

“Tuhanku lembut dan penyayang, dan aku mengasihi Dia….”

Merasa akrab dengan penggalan lirik lagu di atas? Mungkin banyak dari kita terutama yang bergereja di GKI mengenal lagu tersebut. Lagu itu adalah salah satu nyanyian dalam buku Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) nomor 242 yang berjudul “Seindah Siang Disinari Terang”. 

Lagu itu merupakan lagu yang indah dan saya suka sekali dengan liriknya yang mengatakan bahwa "Tuhan mengasihi kita seindah siang disinari terang…  dan seindah petang dengan angin sejuk… Tuhan itu lembut dan penyayang...". Tapi ketika menyanyikan lagu itu, seringkali saya merasa terusik saat tiba di pada lirik “Dan aku mengasihi Dia..” membuat saya berpikir, apa benar yang saya nyanyikan ini? Apakah saya sungguh mengasihi Dia?

Photo by Ümit Bulut on Unsplash 

Saat ini, kita tidak akan memperdebatkan mengenai lirik lagu. Saya hanya ingin bercerita mengenai apa yang saya rasakan dan mengusik pikiran saya saat menulis ini. Tulisan ini tidak akan membicarakan apakah liriknya seharusnya diganti, bagaimana seharusnya kita menyanyikannya, atau memperdebatkan makna lagu tersebut. Tidak.

Oke, baiklah.. kita akan mulai ceritanya. Setiap kita mempunyai ceritanya masing-masing. Siapa kita, bagaimana kita menjadi seorang Kristen, bagaimana kita bergereja, bagaimana kita menjalani kehidupan kita sehari-hari, seperti apa kita melakukan pelayanan, bagaimana kita berpikir apa yang baik dan benar dan bagaimana seharusnya mengasihi Tuhan.

Sebagai seorang “Kristen” kita sering “dituntut” untuk mengasihi Tuhan. Mengasihi-Nya melebihi apapun. Menjadikan-Nya yang terutama dalam hidup kita. Memberikan hidup kita untuk-Nya bahkan kalau bisa mati bagi-Nya. Hal ini biasa kita dengar di gereja, khotbah, renungan. Selain itu, mungkin kita juga sering mendengarnya dari teman-teman Kristen kita, atau mungkin orang tua kita kalau mereka juga adalah orang Kristen. Beberapa ayat Alkitab mengenai mengasihi Tuhan juga sering kita dengar atau baca. 

Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash 

Kita terbiasa dengan ajaran-ajaran apa yang baik, apa yang benar, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang tidak sepatutnya dilakukan. Kita mungkin terbiasa dengan “doa-doa” dan sudah sangat biasa mendengar bahwa kita harus “merenungkan firman dan melakukannya dalam hidup sehari-hari.”

Mungkin sebagian dari kita juga pernah menjadi “sibuk” dengan kegiatan gereja. Menjadi pengurus komisi remaja atau pemuda, menjadi panitia acara-acara gereja, melayani hal ini itu di gereja atau kegiatan apapun di luar gereja yang merupakan “pelayanan” untuk Tuhan, “pekerjaan” bagi nama Tuhan. Melakukan apa yang baik dan benar sesuai norma yang ada di masyarakat apalagi norma-norma “kekristenan”. 

Lantas, apakah hal-hal di atas otomatis menyatakan bahwa kita “mengasihi Dia”?

Apakah setiap doa-doa yang kita panjatkan, kerajinan kita bersaat teduh, membaca Alkitab, lelah setengah mati atau sampai seperti mati rasa karena ikut kegiatan gereja ini-itu dan pelayanan sana-sini, menyanyikan pujian dengan antusias bahkan sampai menangis menyatakan bahwa kita mengasihi Dia? 

Atau apakah kita merasa aman dan lega karena kita sudah merasa menjadi orang Kristen yang baik? Karena kita rutin saat teduh, karena kita berdoa setiap bangun tidur, makan, dan sebelum tidur (atau malah mungkin lebih banyak dari itu)? Karena kita rajin memberikan persembahan? Karena rajin belajar Alkitab? Karena kita melakukan banyak hal “untuk nama-Nya”? 

Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash 

Saya ingat, suatu waktu dalam sebuah kelas kuliah, dosen yang saat itu mengajar berkata, “Bahkan tindakan altruisme dilakukan manusia untuk kepuasannya”. Saya tidak ingin memperdebatkan kebenaran pernyataan tersebut; tapi pernyataan tersebut membuat saya merenungkan,  jika sebuah tindakan kebaikan mungkin dilakukan manusia untuk kepuasannya, mungkin ini juga bisa terjadi dalam kehidupan "iman" kita. Apakah doa-doa yang saya panjatkan, pelayanan yang saya lakukan, memberikan persembahan, berbuat baik, tidak mencuri, tidak menyontek saat ujian, dan hal-hal lainnya yang saya anggap benar semata-mata karena saya ingin “puas” dengan apa yang saya lakukan? Apakah jauh di dalam lubuk hati, saya ternyata hanya ingin merasa “aman” karena saya merasa melakukan hal yang seharusnya? Atau supaya terlihat baik di mata orang lain? Jika hanya kepuasan atau rasa aman yang menjadi dorongan saya melakukan “hal-hal benar dan baik”, apa benar saya sedang mengasihi Dia? 

Beberapa kali saya merasa bersalah saat tidak sempat berdoa saat pagi hari atau ketiduran tanpa sempat saat teduh. Saat saya merenungkannya kembali rasa bersalah tersebut, kenyataannya yang hadir bukan karena saya rindukan bertemu dengan-Nya dalam doa dan saat teduh, tapi karena saya merasa “buruk” karena tidak melakukan yang “seharusnya”. Beberapa kali ketika saya membaca Alkitab atau buku-buku bertema teologi bukan karena saya rindu untuk mengenalNya, tapi karena saya ingin punya pengetahuan. Saya membacanya bukan karena “saya ingin tahu” tapi karena “saya ingin saya menjadi orang yang mengetahui”. 

Photo by Ben White on Unsplash 

Saya tidak sedang mengatakan bahwa orang yang dengan tekun berdoa, bersaat teduh, datang ke gereja, pelayanan, dan melakukan hal baik lainnya adalah buruk, atau bahwa haus akan pengetahuan tentang Tuhan adalah hal yang buruk. Tidak. Semua itu adalah hal-hal yang baik. Saya hanya ingin mengajak kita merenungkan kembali apa yang menggerakkan kita untuk melakukan hal-hal tersebut? Apakah kita melakukannya karena merindukan Tuhan? Apakah kita sungguh hidup bagi-Nya? Apakah kita sungguh mengasihi-Nya? Bagaimana sebenarnya hubungan cinta kita dengan-Nya? Kita tidak sedang membahas tentang bagaimana doa yang benar, saat teduh yang benar, menjadi “orang Kristen” yang benar. Tidak. Saya hanya mau bercerita dan mengajak kita semua berefleksi; “Benarkah kita mengasihi-Nya?”  

Rasanya, kita tidak akan bisa sungguh mengasihiNya jika bukan karena karunia dari Dia yang sudah terlebih dulu mengasihi kita. Jika bukan Roh Kudus yang bekerja dalam diri kita, kita mungkin tidak akan pernah merindukan-Nya atau mau sungguh-sungguh mengenal-Nya. Mungkin kita perlu merenungkan kembali, apakah kita sungguh sudah berserah pada-Nya dan sungguh mengijinkan Dia untuk menguasai seluruh kehidupan kita? 

Sehingga kita bisa berdoa dengan rasa rindu pada-Nya, dan sungguh menginginkan-Nya. Sehingga segala hal yang kita lakukan bukan untuk kepuasan atau rasa aman, dan pelayanan yang kita lakukan bukan hanya sekedar aktualisasi diri atau demi kesenangan diri sendiri. Mengasihi Tuhan, tanpa kasih karunia-Nya, merupakan hal yang mustahil. 

Jadi apakah kita sudah “betulan” mengasihi Tuhan? Semoga Tuhan yang maha penyayang dan yang begitu mengasihi kita membantu kita untuk memeriksa hati kita, meraih kita lebih dekat kepada-Nya, membuat kita sungguh-sungguh merindukan-Nya, dan memampukan kita untuk mengasihi-Nya. 


Semoga ketika kita menyanyikan lagu yang indah ini, kita benar-benar menghidupi lagu ini. 


PKJ 242 - Seindah Siang Disinari Terang


Seindah siang disinari terang
cara Tuhan mengasihiku;
seindah petang dengan angin sejuk
cara Tuhan mengasihiku.
Tuhanku lembut dan penyayang
dan aku mengasihi Dia.
KasihNya besar; agung dan mulia
cara Tuhan mengasihiku.


Sedalamnya laut seluas angkasa
cara Tuhan mengasihiku;
seharum kembang yang tetap semerbak
cara Tuhan mengasihiku.
DamaiNya tetap besertaku;
dan sorgalah pengharapanku.
Hidupku tent’ram; kunikmati penuh
cara Tuhan mengasihiku.

LATEST POST

 

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER