Katanya... 'Menyembah'?

Going Deeper, God's Words, 21 August 2019
Menyembah Tuhan berarti memberi penilaian tertinggi kepada Tuhan sebagai satu-satunya yang berharga dan layak dipuja, bukan saat doa atau di gereja semata, tapi dalam setiap perbuatan.

'Menyembah' sudah terlalu sering dihubungkan dengan musik yang tenang, kepala yang tertunduk, tangan yang terangkat, hati yang merendah dan kata-kata manis yang diutarakan untuk Tuhan serta tidak jarang tangis yang terurai. Namun, apakah makna menyembah Tuhan hanya sebatas itu? Apa benar bahwa penyembahan yang demikian yang Tuhan kehendaki untuk kita berikan?

Banyak orang Kristen, termasuk saya, yang sejak dulu bahkan sampai hari ini tenggelam dalam makna penyembahan yang tereduksi. Kita cenderung untuk berpikir bahwa menyembah Tuhan dengan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas adalah cara yang sudah cukup. Dengan cara berpikir seperti inilah kita menjadi tenggelam dalam pengertian yang menyesatkan. Sesat bukan berarti salah, tetapi bisa berarti 'belum tiba' di tempat yang seharusnya dituju. 

Kata 'menyembah', seperti yang dicontohkan dalam Lukas 4:8, menggunakan kata proskuneseis yang berasal dari kata proskuneo. Artinya adalah memberi nilai tinggi. Bila kita menyembah Tuhan, itu tidak sekadar menyangkut persoalan apa yang kita lakukan tetapi jauh ke kedalaman hati tentang mengapa kita melakukannya. Sikap batin dalam menyembah Tuhan sangatlah penting.




0
 Advanced issue found

 


0
 Advanced issue found

 

Photo by Chad Kirchoff on Unsplash 

Bagaimana kita menyembah Tuhan dengan benar?

Menyembah Tuhan tidak bicara tentang menyanyi semata-mata. Jauh daripada hal itu, penyembahan yang benar itu dilakukan setiap waktu, dalam setiap tarikan nafas. Artinya, penyembahan tidak boleh dipandang terbatas pada waktu 20-30 menit saat di gereja, atau ketika bersaat teduh. Menyembah Tuhan berarti memberikan segenap hidup untuk Tuhan. Kita harus menyadari bahwa ruang ibadah kita terletak tidak terkurung dalam satu gedung gereja, tetapi dalam setiap langkah kita. Artinya, apapun yang kita lakukan adalah suatu bukti, apakah kita sedang menyembah Tuhan atau tidak. Pengertian inilah yang hilang dari banyak kehidupan orang Kristen. 

Secara praktik keberagamaan, kita mungkin tergolong orang bermoral dan baik karena bergereja setiap minggu, bahkan ikut melayani. Di sisi lain, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kita menjadi orang-orang yang baik dan tidak melakukan pelanggaran hukum yang dinilai berat. Bahkan, kita mungkin tergolong orang yang cukup sukses dan berwibawa. Namun, apakah semua ini cukup? Tentunya tidak. 

Bila kita menelusuri hidup Yesus semasa di bumi, kita akan melihat gaya hidup Anak Allah yang tidak hanya secara moral dunia baik, tetapi moral yang berstandar sorgawi sangat baik. Dari hidup-Nya, kita tahu bahwa panggilan sebagai orang Kristen bukanlah menjadi orang baik saja, tetapi menjadi sempurna dan kudus. Apakah mungkin? Ya, pasti bisa, sebab firman-Nya menyatakan demikian.

Oleh sebab itu, bila dikaitkan ke dalam penyembahan, kita menyembah Tuhan dengan benar melalui segala hal yang kita lakukan dalam setiap waktu. Terlihat sukar? Jelas, sangat sukar. Diri kita telah terlalu banyak berbaur dengan gaya hidup dunia lantaran kodrat dosa yang begitu mengakar kuat. Untuk berubah menjadi manusia sorgawi atau serupa dengan Tuhan Yesus, membutuhkan pengorbanan dan usaha yang tidak kecil. Oleh sebab itu, kita harus menyadari bahwa kita perlu melatih diri dan mengusahakan agar bisa menyembah Tuhan dalam setiap detik hidup kita. Kita perlu memulainya dengan mengisi pikiran kita dengan kebenaran firman Tuhan secara terus-menerus. 

Sebagai pelajar, kita belajar dengan maksimal dan bila mampu hingga berprestasi setinggi mungkin, untuk memuliakan Tuhan. Sebagai anak, kita belajar untuk memberikan yang terbaik untuk orang tua bagi kemuliaan nama Tuhan. Selain itu, apapun profesi kita, kita melakukannya untuk kemuliaan Tuhan. Ingat, lakukan segala sesuatu untuk Tuhan, bukan untuk manusia (Kol 3:23). Pada intinya, kita harus memastikan bahwa setiap detik yang kita pakai adalah untuk kemuliaan Tuhan. Inilah sikap hati yang Tuhan kehendaki dari penyembahan, yaitu ketika apapun yang kita perbuat berangkat dari kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan. 

Photo by Hannah Busing on Unsplash 

Mustahil?

Pertanyaannya, apakah mungkin untuk kita menyembah Tuhan dalam setiap waktu hidup kita? Ingatlah, apa yang mustahil bagi manusia, tidak mustahil bagi Allah. Adalah firman-Nya sendiri yang memanggil kita untuk kudus seperti Dia kudus, dan sempurna seperti Bapa. Tuhan Yesus sebagai teladan kita telah mencontohkan gaya hidup yang menyenangkan hati Allah dalam segala hal. Itulah penyembahan yang benar, yang Dia contohkan. Dalam segala hal, kita harus bersedia dan belajar untuk memilih taat untuk melakukan kehendak-Nya di hidup ini.

Penyembahan yang benar memang memakan waktu dan usaha yang keras untuk dilakukan. Kita sangat mungkin terus-menerus jatuh bangun untuk mempersembahkan hidup ini dalam penyembahan yang benar. Kita mungkin dalam banyak kesempatan telah mempersembahkan nada yang sumbang ketika menyembah-Nya tatkala menjalani hidup ini. Meski demikian, kasih Tuhan tetapi nyata dan kita harus mengucap syukur atas hal itu. Maka, bila saat ini kita sadar akan hal ini, mari kita memilih untuk bertobat. Tuhan sudah lebih dulu mengasihi kita dengan kasih yang tak terbalaskan. Apa ruginya untuk mengabdikan hidup secara utuh bagi kemuliaan-Nya?

Lihatlah cara kita hidup, selidikilah jalan yang kita pilih. Apakah segala hal yang kita lakukan sudah membuat Tuhan tersenyum dan bangga? Bila belum, mari bertobat dan memulai cara hidup yang baru. Kita mau membuat komitmen, sebab jika tidak, kita mungkin tidak akan bisa kembali menyembah Dia dengan benar karena dunia ini semakin rusak dan menarik hati banyak orang, termasuk kita yang menyebut diri Kristen. Bila kita sudah menyembah Dia setiap waktu, adakah ruang untuk dosa bertakhta dalam diri kita? Rasanya tidak mungkin.

Photo by Craig Philbrick on Unsplash

Oleh sebab itu, mari kita belajar mencintai Tuhan, bukan dengan mulut saja tetapi dalam segala hal yang kita lakukan. Pada akhirnya, menggunakan musik untuk menyembah dan meninggikan nama Tuhan tetap bisa kita lakukan, asal kita benar-benar berkomitmen untuk hidup benar. Sebab, apabila kita tidak berkeinginan untuk meninggalkan cara hidup yang lama, maka sia-sialah kita menyebut diri sebagai pengikut Tuhan dan sia-sialah kita menyebut usaha untuk menyanyi bagi Tuhan sebagai penyembahan. Hati-hati, bila kita tidak benar atau tidak bersedia hidup benar, maka lagu-lagu penyembahan dan pujian yang kita nyanyikan untuk Dia ternyata hanyalah omong kosong dan menjadi kekejian di mata-Nya. 

Mari, bersama-sama kita merefleksikan kembali hidup kita, dan mengarahkannya sesuai kehendak Tuhan. Jika perlu, sama seperti topik Ed Letter bulan ini, kita putar-balik alias U-Turn!

Tuhan menolong kita.

LATEST POST

 

Tanpa malu, tanpa raguTanpa filter, tanpa suntinganTiada yang terselubung antara aku dan BapaApa ada...
by Ms. Maya | 09 May 2024

DISCLAIMER: Mengandung pembahasan trauma. Bila khawatir ada istilah-istilah yang triggering, at...
by Christan Reksa | 09 May 2024

Bagi sebagian besar umat Kristiani, sejujurnya peristiwa Paskah—peristiwa kebangkitan Yesus&md...
by Christian Aditya | 26 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER