PASKAH 2020: #diRumahAja

Best Regards, Live Through This, 28 March 2020
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Efesus 2:8-9, TB

"Paskah online ?" 

"Jumat Agung n-ya berarti perjamuan online dong?"


Kira-kira itulah pertanyaan yang timbul di dalam benak saya, setelah saya membaca surat edaran yang diteruskan  ke grup Whatsapp  wilayah saya dari gereja. Sesuai anjuran di surat edaran dari Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GKI Wilayah Jawa Tengah (dimana gereja saya bernaung di dalamnya) semua kegiatan gereja yang awalnya ditunda selama 2 minggu kini, diperpanjang sampai Bulan April 2020.  Gereja saya akhirnya memutuskan untuk benar-benar meniadakan segala macam kegiatan di gereja (ibadah, persekutuan, pembinaan, dll.)  sampai akhir bulan April atau sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan, dan yang masih akan dipantau perkembangannya oleh Majelis Jemaat.  Hal ini menandakan bahwa Paskah tahun ini harus saya lewati #diRumahAja.  Sebuah hal yang belum pernah terjadi sama sekali dalam kehidupan pribadi saya.  

Tidak bisa saya bayangkan bahwa wabah pandemi COVID-19 ini benar-benar mengistirahatkan semua aktivitas di Indonesia, termasuk gereja. Kita bersyukur, sebagai bangsa yang berkembang di tengah teknologi yang kian mumpuni kita masih bisa bergereja melalui media online. Saya pribadi sudah tidak asing sebenarnya dengan model beribadah secara online. Bahkan saya sendiri pun sudah  beberapa kali mengikuti  ibadah online,  baik di Jakarta maupun  ibadah dari gereja lain di luar Jakarta. Model ibadah online ini memungkinkan saya untuk tetap mengikuti ibadah tanpa harus saya hadir secara fisik di tempat tersebut. Lain halnya dengan ibadah minggu biasa yang saya ikuti secara online, ibadah Paskah tahun ini akan menjadi ibadah Paskah pertama yang saya lakukan secara online.  Seperti apa rasanya? 



Paskah: Aksi Menahan Diri

Di dalam masa Prapaskah, gereja punya suatu tradisi unik untuk berpuasa dan berpantang. Selama 40 hari sebelum memasuki masa Prapaskah, gereja menghayati Rabu Abu sebagai penanda dimulainya kita berpantang atau berpuasa.  Umat Kristen diajak untuk melepaskan segala kemelekatan yang ada, menahan diri atas apa yang  selama ini sudah menjadi kebiasaan,  dan mengikut Yesus pada masa-masa sengsara-Nya ini untuk menghayati karya penebusan Allah dan bergantung penuh di dalam-Nya.  

Berefleksi dari kegiatan 'menahan diri' tersebut kemudian saya mulai berpikir. Selama ini, sebelum wabah pandemi COVID-19 akhirnya merebak dan membuat jarak semakin sangat terbatas termasuk untuk bergereja,  bagaimana dengan kualitas keimanan saya? Apakah selama ini saya menghayati makna Paskah hanya sebatas ritual tahunan yang harus terus dilestarikan tanpa menghayati secara penuh makna kebangkitan Tuhan Yesus?  Ketika saya memiliki banyak waktu luang di rumah, saya pun memiliki banyak waktu untuk merefleksikan banyak hal yang selama ini saya lakukan, termasuk di dalamnya cara saya menghayati paskah. 



Saya pun berpikir bahwa jarak yang harus dilalui ini membuat saya dapat benar-benar kembali seperti semula. Jarak yang timbul ini merupakan ruang untuk saya duduk diam di hadirat Allah, ikut memaknai sengsara dan kebangkitan Tuhan  bersama keluarga saya di rumah. Tidak merayakan Paskah di gereja bukan berarti kita kehilangan makna sejati dari Paskah itu sendiri; tapi kita justru memiliki ruang sendiri untuk dapat merasakan Anugerah Allah tersebut. Tidak sekedar menjalankan aktivitas keagaaman belaka namun benar-benar ikut merasakannya.  


Aksi menahan diri, termasuk menahan diri kita di rumah, menjadi wujud nyata kita menghayati Masa Raya Paskah ini. Kita dapat betul-betul menghayati Paskah bersama gereja kecil kita, yaitu rumah dan keluarga kita sendiri. Melepaskan segala kemelekatan termasuk di dalamnya juga ritual dan aktivitas keagamaan kita dan hanya mau duduk diam tenang bersandar di bawah kaki Tuhan mendengarkan Ia bersabda. Bukan sibuk sana-sini di gereja, namun merasakan Allah yang benar benar berkorban untuk diri kita dan keluarga kita. Kiranya di masa seperti ini kita betul-betul dapat menghayati makna Paskah sesungguhnya, dan bukan hanya terjebak dalam kegiatan rutin tahunan keagamaan belaka

Selamat menghayati Paskah secara online bersama keluarga kita masing-masing.

Tetap jaga kesehatan. Soli Deo Gloria!

LATEST POST

 

Bila hati terasa berat Tak seorang pun mengerti bebanku Kutanya Yesus Apa yang harus kuperbuat  ...
by Yessica Anggi | 22 Mar 2024

Entah mengapa, tapi ego itu begitu menggoda diri manusia. Ego untuk menguasai, untuk menja...
by Markus Perdata Sembiring | 19 Mar 2024

Keraguan adalah salah satu hal yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Keraguan...
by Immanuel Elson | 14 Mar 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER