Di Dalam Sekeping Cokelat Kecil

Art, The Works, 16 December 2019
Sesampainya di rumah, kami mencicipinya Meskipun hari sudah malam dan anak baik tidak seharusnya makan cokelat malam-malam.

Minggu sore, tahun 2001
Air mataku berjatuhan
di lantai gereja

Baru saja terlepas dari opname panjang di rumah sakit,
namun apa bedanya, toh vonis itu akan menghantui hidupku selamanya

Sudah terlalu lama absen dari sekolah,
aku lupa bagaimana harus memulai dan mengejar.

Dan ini hampir Natal
Seharusnya, semuanya indah.
Seharusnya.

***

Minggu sore yang basah, pulang dari gereja.
Ibu mengajakku mampir ke sebuah toko di sudut jalan.
Lonceng kecil di pintu berdenting saat kami masuk
Lagu-lagu Natal penuh kegembiraan berdengung.
Dekorasi dengan warna semarak menyelimuti interiornya.
Dan buku, banyak sekali buku.



Buku Email dari Tuhan mengajakku hidup dengan membaca kata-kata penguatanNya tiap hari.
Buku 101 Pertanyaan Anak-Anak Mengenai Allah menggelitikku dengan ilustrasinya yang komikal.
Buku Mujizat di Balik Tirai Bambu menyadarkan saya bahwa setiap umat Tuhan pun bergumul.

Tetapi ibu tidak membeli buku.
Ia meraih sebuah kantung beraneka warna,
berisi cokelat-cokelat kecil
berbentuk Sinterklas.

Sesampainya di rumah, kami mencicipinya
Meskipun hari sudah malam
dan anak baik tidak seharusnya makan cokelat malam-malam.
Masing-masing kami menelan satu.
Manisnya terasa sampai ke hati.

Ibu menyimpan cokelat-cokelat itu di kulkas tengah.
Setiap hari kami memakannya, satu demi satu.
Sang Sinterklas di dalam kulkas
Menjadi momen ceria kami di sela antrian dokter yang panjang, pemeriksaan darah yang menyakitkan dan obat-obat yang pahit.



Sang Sinterklas di dalam kulkas
Membuat kami lupa sejenak,
bahwa langit di luar masih mendung.

Sang Sinterklas di dalam kulkas
Membuat kami merasa kuat
dan percaya Tuhan masih hadir

Lama-lama, aku pun tidak gentar lagi pada langit yang mendung
dan awan hitam yang menggantung


Aku melanjutkan hidup.



***

Minggu sore, tahun 2019.
Air mataku berjatuhan
di lantai gereja.

Aku mengejar hidup yang makin 'besar'
Kukira akan menemukan Tuhan di sana
Kusangka aku akan makin berdaya
Tuhan akan makin berkenan



Aku mengejar Tuhan pada pencapaian-pencapaian besar
Lupa bahwa Ia pernah hadir
dalam sekeping cokelat kecil.

Aku ingin meraih hal yang lebih, dan lebih lagi
Lupa untuk menjadi kecil

Dan Ia toh tak kunjung kutemukan
di tiap kelok hidupku yang 'berhasil'

Aku tersesat
Aku kehilangan jalan kembaliku
Pada kulkas itu
yang menyimpan detak hangat di dalamnya

Aku mendapatkan apa yang kuinginkan
Harganya kubayar dengan apa yang kubutuhkan


Dan setiap kali aku telan sepotong cokelat kecil
Yang jauh lebih berkualitas, bermerk dan mahal
Tetap saja aku iri pada diriku sendiri yang masih kecil
Karena ia begitu mudah berjumpa denganNya
MenemukanNya, hanya dalam sekeping cokelat kecil.



Aku terobsesi menjadi besar
Lupa bahwa Tuhan menungguku
di dalam sekeping cokelat kecil
yang dibeli di sebuah toko kecil.



*Sebuah surat cinta untuk para penerbit Kristen dan toko buku Kristen lokal yang telah membawa kegembiraan pada seorang anak kecil. Teruslah berkarya, karena ini bukan eulogi. 


LATEST POST

 

Bila hati terasa berat Tak seorang pun mengerti bebanku Kutanya Yesus Apa yang harus kuperbuat  ...
by Yessica Anggi | 22 Mar 2024

Entah mengapa, tapi ego itu begitu menggoda diri manusia. Ego untuk menguasai, untuk menja...
by Markus Perdata Sembiring | 19 Mar 2024

Keraguan adalah salah satu hal yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Keraguan...
by Immanuel Elson | 14 Mar 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER