Menemukan Harapan di Tengah Hiruk Pikuk Pemilu 2024

Best Regards, Live Through This, 28 January 2024
Pemilu 2024: Ilusi Demokrasi atau Panggilan Berkontribusi?


Sumber: Freepik.com


Saat ini, kita terekspos dengan berbagai gimmick kampanye politik “kreatif” dari para calon pemimpin kita. Mulai dari bertebarannya muka-muka asing di billboard, baliho, hingga spanduk di dekat mini market. Kemudian, slogan dan janji-janji penuh harapan pun bermunculan di berbagai media sosial. Ke manapun kita pergi bahkan melihat, selalu ada kampanye. Terlepas dari itu semua, apakah akhirnya hal-hal tersebut mendorong Ignite People untuk memilih orang tertentu atau setidaknya memantik rasa penasaran untuk mencari tahu lebih lanjut terkait sosok yang dilihat? Saya rasa, temuan survei berikut akan membuat kamu tidak perlu merasa sendirian. 

Survei dari Goodstats.id menunjukkan bahwa ada sekitar 80% masyarakat Indonesia yang masih belum menentukan pilihan pemimpin mereka di badan legislatif dan sebanyak 24% masih belum menentukan pilihan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) mereka. Kebimbangan dan rasa pusing yang kita rasakan dalam memilih pemimpin masa depan entah itu calon legislatif (caleg) atau pasangan (paslon) tertentu juga dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. 

Kejengahan terhadap pesta atau hura-hura demokrasi kita yang lebih terasa seperti huru-hara demokrasi pun tidak terhindarkan. Hal ini wajar karena masa kampanye yang ditetapkan tahun ini amat pendek yakni 75 hari jika dibandingkan dengan masa kampanye tahun 2019 yang dapat mencapai 202 hari. Ini mendorong para peserta pemilu semakin jor-joran untuk kampanye, kita sebagai pemilik hak suara juga dituntut untuk dapat menentukan pilihan dengan lebih cepat. Yah tampaknya, sudah kurang dari satu bulan masa kebimbangan kita harus berakhir, Ignite People. 


Minus Malum dan Perihal Menjaga Ekspektasi


Sumber: Unsplash.com


Semua kandidat saling menonjolkan sisi baiknya, namun tetap saja keburukan dan kelemahan tetap ada. Entah dengan rekam jejak yang belum baik, pelanggaran yang dilakukan, janji yang tidak ditepati dan masih banyak dosa lainnya. Agak naif nampaknya jika kita menginginkan pemimpin yang tak bercacat cela, karena kandidat tersebut pada akhirnya adalah manusia dan itulah yang menjadi tujuan pemilu kita yang sering dilupakan banyak orang. Pemilu adalah kesempatan bagi kita untuk memilih manusia lain untuk memimpin kita. Manusia lain; bukan Tuhan. Itulah sebabnya sangat penting menjaga ekspektasi kita agar tidak mudah termakan sentimen negatif dari kandidat/paslon manapun dan malah menjadi sinis/skeptis dalam mengikuti pemilu hingga berakhir untuk menjadi golput. 


Kita bukan sedang memilih Tuhan, tetapi memilih manusia. Ketika kita sedang mempertimbangkan keputusan pribadi kita, ingatlah Minus Malum. Kita sedang memilih pilihan yang paling tidak buruk di antara pilihan buruk. Meskipun para peserta pemilu memiliki rekam jejak yang kurang baik (atau malah tidak ada), lalu visi misi yang disampaikan juga kurang sesuai, setidaknya ingatlah bahwa kita tidak sedang memilih kesatria putih atau superman untuk memimpin kita. Seperti kata Romo Magnis, (setidaknya) kita sedang memilih agar pemimpin yang paling buruk tidak berkuasa.


Mengusahakan Kesejahteraan Indonesia


Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu. —Yeremia 29:7 TB


Yeremia menyampaikan sebuah pesan yang sangat sulit diterima oleh orang Israel ketika mereka berada dalam masa penjajahan Babel. Di saat banyak orang kehilangan harapan dan mungkin mulai meninggalkan iman mereka, Yeremia hadir dan menyampaikan pada mereka untuk ikut mengusahakan kesejahteraan kota penjajahnya. Apa yang akan terjadi yah ketika itu terjadi pada kita, terutama pada masa penjajahan? Tentu ini pesan yang membingungkan, kan?


Hal yang serupa juga ditekankan oleh Paulus untuk Jemaat di Roma, pada Roma 13 : 1-7. Paulus ingin agar umat senantiasa menghargai pemerintah penjajahnya, Roma sebagai pemerintahan yang berasal dari Allah. Untuk itu, segala peraturan yang ada, tentu perlu dipatuhi dan diikuti demi kelangsungan hidup bersama. Apa yang kamu pikirkan jika kamu menerima surat seperti itu? Aneh bukan? Mengapa saya sebagai orang yang tertindas dan dijajah justru harus menghormati pemerintahan yang menjajah saya?


Pada dasarnya, Tuhan ingin agar kita sebagai penduduk sebuah kota/negara, tentunya juga senantiasa mempertahankan prinsip dan jati dirinya sebagai pengikut-Nya. Membawa dampak dan menjadi berkat di mana pun Tuhan tempatkan kita. Meskipun pemilu kita masih tergolong belia, jauh dari konsep dewasa, dan masih banyak praktek-praktek yang harus diperbaiki, menghormati hak kita sebagai pemilih dan mengikuti proses demokrasi yang sedang berkembang ini adalah cara kita untuk ikut mengusahakan kesejahteraan Indonesia. 


Sumber: Unsplash.com


Gunakan semua alat bantu yang kita miliki untuk menggali informasi terkait para peserta pemilu yang ada di daerah pemilihan (dapil) kita, visi-misi, serta rekam jejak mereka. Pelajari juga para paslon yang sedang berkompetisi ini dengan mengikuti debat terbuka, konten-konten media massa online maupun cetak (rekomendasi pribadi saya, podcast bocor alus dari Tempo termasuk kanal yang menarik untuk didengarkan), dan bahkan membuka ruang diskusi informal dengan teman-teman. Tidak ada salahnya berdiskusi, membuka percakapan pemilu, dan mendengarkan sudut pandang yang berbeda dari tongkrongan karena ini akan membantu mempertajam informasi yang kita punya, melakukan cross check data agar tidak ada kesalahpahaman atau misinformasi, serta tentunya tetap melakukan penggalian secara pribadi untuk mencari tahu lebih lanjut.


Pemilu adalah kesempatan kita untuk turut mendukung kesejahteraan Indonesia. Ignite People, semoga kita tidak kehilangan harapan akan perkembangan negara kita. Memang betul lebih mudah terjebak dalam keresahan dan putus asa ketika melihat pemberitaan akan kekusutan sistem negara Indonesia yang tidak kunjung berakhir dari beragam sisi. Mungkin iya, kita hanya sekadar pion dalam sistem demokrasi tapi jangan hilang harapan. Fyodor Dostoevsky pernah berkata


“The darker the night, the brighter the stars, The deeper the grief, the closer is God!”


Menjalani hidup hanya dengan harapan memang tidak menjamin kita untuk mencapai pertumbuhan iman dan kehidupan yang lebih baik, tetapi apakah bersikap apatis dapat membantu? Saya rasa lebih tidak mungkin lagi. Setidaknya dengan harapan, kita tidak perlu hidup dalam ketakutan dan kecemasan. Ya, tentunya harapan ini kita landaskan pada iman bahwa kita bisa melihat karya Tuhan dengan lebih jelas dalam hidup kita, terlepas situasi seperti apapun yang menimpa kita saat ini.



*bisa lihat bijakmemilih.id dan goodkind.id

LATEST POST

 

Bagi sebagian besar umat Kristiani, sejujurnya peristiwa Paskah—peristiwa kebangkitan Yesus&md...
by Christian Aditya | 26 Apr 2024

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER