Penjaga Cahaya

Best Regards, Fiction, 12 January 2021
Bersahabat dengan mereka menjadikan saya pribadi yang mulai sering berefleksi, untuk melihat kehidupan dengan lebih utuh dan luas, bahwa hidup haruslah bermanfaat.

Ada sekelebat rasa malu yang menyelinap masuk ke dalam diri jika bertemu dengan teman lama, baik itu disengaja ataupun tidak. Ingin rasanya saya menghindar dari pertanyaan:

“Kamu gimana sekarang..? “

“Kerja di mana.. ?“

“Kerja bidang apa.. ?”

Pekerjaan saya ini mungkin bukanlah pekerjaan yang diidamkan oleh orang banyak. Tidak ada yang namanya kenaikan jabatan, jenjang karir, tunjangan ini, tunjangan itu, fasilitas ini, dan fasilitas itu, atau mungkin rekan kerja yang banyak. Yang ada hanya helaan nafas panjang nan ikhlas.

Sepi dan sendirian sudah menjadi makanan sehari-hari, menjadikan saya orang yang mandiri. Bahkan ketika sakit pun saya harus bisa terus bertahan agar mampu untuk merawat diri sendiri.

Kerinduan akan keluarga menjadi teman selanjutnya setelah sepi. Ah ya, kalau dilihat saat ini, terkadang saya tertawa sendiri melihat bagaimana orang-orang menjadi seperti saya. Menjadikan teknologi sebagai satu-satunya obat untuk menawar rasa rindu yang sejujurnya lebih suka bertemu.

Saya beruntung karena sudah terbiasa tidak bertemu secara fisik dengan anak dan istri, sehingga pandemi sekarang tidak ubahnya seperti hari biasa bagi saya.

Banyak yang bertanya kenapa saya memilih bertahan di tengah kehidupan yang sepi dan jauh dari permukiman. Sejujurnya, saya enggan untuk menjawabnya, toh saya yakin alasan saya mungkin hanya akan ditertawakan atau mungkin saya akan dianggap gila.. ahahaha.

Saya hanya merasa bahwa sepi dan sunyi bukanlah hal yang buruk. Bersahabat dengan mereka menjadikan saya pribadi yang mulai sering berefleksi, untuk melihat kehidupan dengan lebih utuh dan luas, bahwa hidup haruslah bermanfaat.


Ya, bermanfaat. Itu alasan saya selanjutnya mengapa saya bisa bertahan di tempat terpencil ini sampai sekarang. Bahwa pekerjaan saya yang mungkin kecil dan tidak ada apa-apanya ini  telah menolong orang banyak dan bermanfaat, walau mungkin saya sendiri jarang ditolong. Ahahah..

Saya ingat dulu ketika awal awal bekerja saya harus berteman dengan lapar ketika persediaan makanan untuk saya terlambat datang. Atau mungkin, ketika saya harus menaiki ratusan anak tangga untuk memperbaiki kerusakan pada hal-hal vital di tempat ini. Melelahkan?? Ya, sangat melelahkan, tapi ada cahaya yang tidak boleh saya biarkan padam. Cahaya yang keberadaannya sangat vital, yang jika padam bisa berakibat fatal dan bisa menyebabkan terjadi kecelakaan. Ah ya, saya sih sungguh tidak mau jika ada yang kehilangan nyawanya karena saya.

Ah, sebentar lagi sudah malam, dan gelap akan datang. Saya harus kembali ke atas, menaiki ratusan anak tangga yang melelahkan itu, dan menyalakan cahaya, memberi tanda ke kapal-kapal yang melintas kalau perairan yang mereka lalui adalah perairan yang dangkal. Mau kondisi cuaca buruk, angin kencang, atau badai sekalipun, cahaya di atas mercusuar ini harus tetap saya nyalakan.

Tiang besar nan tinggi ini adalah teman terbaik saya, yang mungkin melelahkan, tapi benar-benar enggan untuk saya tinggalkan.


 

RELATED TOPIC

LATEST POST

 

Bila hati terasa berat Tak seorang pun mengerti bebanku Kutanya Yesus Apa yang harus kuperbuat  ...
by Yessica Anggi | 22 Mar 2024

Entah mengapa, tapi ego itu begitu menggoda diri manusia. Ego untuk menguasai, untuk menja...
by Markus Perdata Sembiring | 19 Mar 2024

Keraguan adalah salah satu hal yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Keraguan...
by Immanuel Elson | 14 Mar 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER