Pohon Terang

Best Regards, Fiction, 15 December 2020
People need a hint of joy in the midst of this mysterious yet sorrowful situation.

Pras tertegun. Dahinya mengernyit menyaksikan pohon Natal raksasa yang menjulang angkuh di halaman gereja, tepat di hadapannya. Dia heran, "Memang masih ada Natal?"


Merasa janggal, Pras melanjutkan langkahnya menuju kantor tata usaha gereja. Masih tersimpan tanya, "Untuk apakah pohon Natal besar itu didirikan di depan gereja, sementara orang-orang tidak ada yang ke gereja seperti tahun-tahun sebelumnya? Bukankah biasanya pohon itu digunakan sebagai photo spot oleh jemaat, bahkan oleh orang yang lewat?"


Suasana menjelang Natal kali ini sangat berbeda bagi Pras. Ia merasa tidak elok apabila ia ikut dalam perayaan yang ingar-bingar dan gegap-gempita, meskipun sebetulnya berita Natal sendiri harusnya membawa sukacita bagi manusia. Agak dilematis mengingat situasi sekarang memberikan tekanan yang berbeda bagi semua orang. Banyak juga yang mengalami kesulitan yang tidak instan jalan keluarnya. Namun, apa boleh buat, situasi di luar menuntut Pras dan semua orang lebih banyak di rumah dan melakukan kegiatan dalam keterbatasan ruang dan waktu.


Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Pras pun tidak begitu sibuk dengan perencanaan kegiatan Natal. Biasanya memasuki Desember jadwalnya sudah penuh dengan latihan dan mengurusi banyak hal lainnya, tetapi sekarang banyak sekali waktu luang yang membuat ia bingung harus melakukan apa. Kebaktian juga dilakukan di rumah, sehingga yang di gereja hanya pelayan kebaktian saja. Tidak pernah ia temui orang banyak yang saling senyum dan bertegur sapa sebelum atau sesudah kebaktian. Tidak ada acara ngobrol dan kongkow bersama teman-teman seusai persekutuan kaum muda. Tiba-tiba rasa rindu menyeruak di dadanya.


Pras melihat teras ruang tata usaha gereja yang begitu lengang, hanya kursi-kursi tamu yang kosong menunggu jemaat yang ingin mengurus surat atau hal lain melalui tata usaha. Pras ingat terkadang ia dan beberapa temannya ngobrol di situ hingga larut malam saat harus mempersiapkan acara tertentu. Area itu juga adalah ruang tunggu favorit kaum muda ketika akan beracara ke luar. Pras serasa melihat bayangan canda-tawa teman-temannya dengan boba drink dan kopi yang bertengger di atas meja tamu.


Selepas urusannya di kantor tata usaha, Pras kembali berjalan ke luar untuk pulang. Iseng-iseng ia berbelok ke samping gedung gereja, ingin mengintip bagaimana suasana nyata di dalam gedung yang ia rindukan. Semakin dekat ia melangkah, didengarnya sayup-sayup suara dentingan piano yang syahdu. Heran, siapa yang main piano di siang bolong begini?



Pras mencoba membuka pintu samping, yang ternyata tidak terkunci. Ia masuk dan mendapati ada Elvi di balik grand piano yang elegan.


"Eh, ada Elvi..."

"Loh, Pras? Tumben banget nih orang paling parno sedunia berani ke gereja," sahut Elvi tengil.

"Ih, ya nggak gitu juga kali. Aku cuma bersikap preventif," kelit Pras. "Ngomong-ngomong, ada acara apa kok main piano sendiri?"

"Nggak ada acara khusus sih, cuma tadi aku antar bunga-bunga yang akan dirangkai untuk bunga mimbar. Terus iseng aja karena kangen main musik di gereja, jadi aku main-main sendiri, deh."

Pras hanya manggut-manggut. "Lagunya tadi 'O, Christmas Tree' ya?"

"Iya dong. Itu lagu Natal favoritku," terang Elvi.


"Jadi inget, di depan kan ada pohon Natal ya. Aku tuh heran, kenapa sih pohon Natal itu tetap dipasang, padahal kan kita nggak ada acara Natal rame-rame tahun ini," ceplos Pras dengan sedikit nada ketus.

"Hmm... Iya juga, ya," bibir Elvi agak berkerut, "Memang Natal kali ini berbeda. Aku juga nggak banyak kegiatan, jadi kadang bingung mau ngapain."

"Sama dong. Biasanya sibuk latihan, persiapan acara, banyak deh pokoknya. Kali ini bener-bener kosong. Hampa rasanya."

Mereka terdiam sejenak.



"Kamu tahu kan pohon Natal itu asalnya dari pohon apa?" celetuk Elvi.

"Ya tahu dong. Itu kan pohon cemara atau pinus."

"Betul banget. Pohon cemara atau pinus itu daunnya kan tetap segar sepanjang tahun, jadi..."

"Jadi dia melambangkan kesegaran atau kehidupan yang selalu ada," sambung Pras, "Ya aku tahu itu, Vi. Pohon Natal lambang pengharapan kan. Tapi entah kenapa aku merasa kali ini nggak pantas dia berhias meriah begitu. Seakan nggak etis sama orang di luar sana yang sedang mengalami kesulitan. Nggak sopan gitu."

"Wow, slow down. Nggak usah ngegas gitu dong," kata Elvi sambil tertawa kecil.


"Pras, mungkin kamu perlu melihat perspektif yang lain. Kamu sendiri yang bilang kan, kalau pohon Natal itu lambang pengharapan. Bagaimana kalau pohon Natal itu bisa mengingatkan kita bahwa selalu ada harapan dalam kehadiran Tuhan dalam hidup kita?” kata Elvi dengan suara lembut.

Pras termenung. “Bagaimana kalau orang-orang yang sedang mengalami kesulitan itu bisa terhibur hatinya melihat pohon Natal yang begitu meriah, dengan harapan bahwa mereka bisa menghadapi ini semua? People need a hint of joy in the midst of this mysterious yet sorrowful situation. Kita semua butuh penghiburan dan terutama pengharapan, bahwa semua ini akan berlalu dan segala sesuatunya akan menjadi lebih baik."


Pras mematung. Ia termangu sebab tak pernah pikiran seperti itu terlintas di benaknya. Ia terdiam untuk memproses kata-kata Elvi sejenak.


"Iya juga ya," sahutnya, mengakhiri keheningan bermakna di antara mereka. "Mungkin aku terlalu fokus dengan diriku dan apa yang aku rasakan menjelang Natal kali ini, jadi aku nggak bisa melihat pandangan lain dalam situasi ini.”

Elvi tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

“Wah, pendapatmu tadi keren banget loh. Aku jadi ikut mikir kenapa aku selama ini bisa berpikiran seperti itu," lanjut Pras dengan nada kagum. "Nah, iya tuh. Bisa jadi kita terlalu fokus dan sibuk bertanya kepada diri kita sendiri. Kita perlu refleksi juga deh, apalagi kita sama-sama merasa asing karena nggak terlibat banyak kegiatan."


Pras mengangguk-angguk setuju. "Jangan-jangan, memang selama ini kita fokus di kegiatan yang kita ikuti, bukan kepada Yesus yang lahir di dunia ini. Kita sibuk menyiapkan kegiatan-kegiatan lahiriah, tetapi kita lupa menyiapkan hati kita untuk menerima Yesus. Ketika acara itu hilang dan tak ada lagi kegiatan, kita merasa kosong deh..."

"...padahal seharusnya kita tetap merasa penuh karena ada Yesus yang mengisi hati kita," sambung Elvi.

"Bener banget tuh! Wah, makasih ya, Vi. Aku sedikit tercerahkan hari ini. Kita harus selalu ingat bahwa kita masih punya harapan di tengah situasi yang menyedihkan ini ya," ujar Pras dengan mata berbinar-binar.

"Iya dong! Dan ingat selalu untuk terus berfokus pada Tuhan Yesus, Sang Firman yang menjadi manusia," timpal Elvi.


"Aku jadi tertarik sama lagu itu," cetus Pras, "Boleh nggak kita nyanyiin bareng-bareng?"

"Tarik sisss...," sahut Elvi yang dilanjutkan tawa lepas mereka berdua.


O Christmas Tree, O Christmas Tree,

How steadfast are your branches!

Your boughs are green in summer’s clime

And through the snows of wintertime.

O Christmas Tree, O Christmas Tree,

How steadfast are your branches!


O Christmas Tree, O Christmas Tree,

What happiness befalls me when oft

at joyous Christmas-time

Your form inspires my song and rhyme.

O Christmas Tree, O Christmas Tree,

What happiness befalls me


O Christmas Tree, O Christmas Tree,

Your boughs can teach a lesson

That constant faith and hope sublime

Lend strength and comfort through all time.

O Christmas Tree, O Christmas Tree,

Your boughs can teach a lesson.


(Lyrics: O, Tannenbaum/O, Christmas Tree, german-way.com)

 

RELATED TOPIC

LATEST POST

 

Entah mengapa, tapi ego itu begitu menggoda diri manusia. Ego untuk menguasai, untuk menja...
by Markus Perdata Sembiring | 19 Mar 2024

Keraguan adalah salah satu hal yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Keraguan...
by Immanuel Elson | 14 Mar 2024

Pemerintahan di dunia ini dilaksanakan dalam berbagai metode, namun pada intinya adalah mengatur sec...
by Oliver Kurniawan Tamzil | 29 Feb 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER