Perubahan Gereja Masih Mungkin Terjadi

Best Regards, Live Through This, 13 August 2019
Masih ada harapan bagi bangkitnya gereja, dimulai dari kita—generasi muda yang mencintai Tuhan dan rindu memberi dampak dalam kehidupan umat-Nya.

Bulan ini, Ignite GKI sedang membahas serba-serbi gereja. Bagiku, seiring dengan beredarnya akun-akun satir mengenai gereja, topik Ignite GKI kali ini menjadi sesuatu yang menarik. Akun-akun tersebut membukakan mata kita bahwa sesungguhnya, gereja sedang tidak baik-baik saja. Kita bisa melihat ada banyak hamba Tuhan dan pelayan-pelayan gereja yang kehilangan fokus utama mereka, bahkan hanya terjebak dalam serentetan program kerja tanpa makna dan tujuan.

Padahal sebenarnya, gereja memiliki lima tugas. Well, here they are:

  • liturgia: gereja ada untuk memuji dan menyembah Allah,
  • koinonia: gereja ada untuk menjadi tempat berkumpul dan bersekutu bagi orang-orang percaya,
  • marturia: gereja ada untuk menjadi saksi Kristus dan memuridkan orang-orang percaya,
  • diakonia: gereja ada untuk melayani orang-orang baik melalui pemberitaan Firman Tuhan maupun melalui kebutuhan jasmani, dan
  • kerygma: gereja ada untuk memberitakan Firman Tuhan yang sebenarnya, bukan hanya untuk memuaskan telinga para jemaat.

Ironisnya, realita saat ini menunjukkan bahwa gereja tidak optimal menjalankan kelima tugas tersebut. Meskipun gereja masih membuat (dan memelihara) persekutuan bagi jemaat, tetapi mereka, termasuk aku sendiri (!!), sering mengeluh soal persekutuan yang tidak benar-benar memberitakan firman Tuhan. Seringkali, kelompok-kelompok sel yang dibuat gereja justru hanya berakhir sebagai geng nongkrong dan curhat semata tanpa pembahasan firman Tuhan yang mendalam—setidaknya begitulah observasiku terhadap beberapa kelompok sel tersebut.


Photo by Hannah Busing on Unsplash 


Sesungguhnya, banyak anggota jemaat yang rindu menggali Alkitab lebih dalam lagi karena memiliki kerinduan yang besar untuk mengenal Allah yang begitu mengasihi mereka. Sayangnya, acap kali gereja tidak serius memfasilitasi isu penting ini. Padahal seharusnya gereja juga bertanggung jawab dalam memerhatikan pertumbuhan kerohanian jemaatnya! Fungsi penggembalaan gereja seolah-olah hilang, dan ini yang jadi keluhan beberapa teman kampusku yang mengeluh karena merasa churchless. Mereka merasa hanya sebagai pengunjung gereja saja dan tidak diayominya.


Gereja seolah-olah abai terhadap para jemaat, that's the truth.


Meski demikian, Tuhan tetap bekerja di antara umat-Nya. Ketika gereja tidak dapat menjalankan tugasnya dengan optimal, Tuhan menghadirkan lembaga-lembaga pelayanan untuk umat Kristen. Sebut saja Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) dan Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI) yang menjadi wadah persekutuan bagi mahasiswa dan kaum profesional, dan masih banyak lagi. Mereka juga memiliki Kelompok Tumbuh Bersama (KTB). Bagiku dan teman-teman, kelompok tersebut mengenyangkan kebutuhan kami terhadap firman Tuhan. Bukan hanya itu, kami juga merasa diperhatikan dan didukung untuk bertumbuh di dalam-Nya. Di sini, para pemimpin setiap kelompok bertindak sebagai spiritual coach. Kondisi tersebut membuat kami merasa menemukan apa yang tidak kami dapatkan di gereja.

Akan tetapi, kami tidak bisa terus-menerus mengeluhkan kondisi gereja tanpa berbuat apa-apa. Itulah yang diingatkan oleh para pemimpin KTB kami di kampus, yang juga mendorong kami untuk kembali ke gereja asal. Bukan menjadi superhero di gereja masing-masing, karena—tentu saja—itu adalah pekerjaan yang melelahkan, kami didorong untuk menjadi berkat di sana agar banyak orang lebih mengenal Tuhan melalui pelayanan dan pokok doa yang kami naikkan. Ini memang tidak mudah, tetapi harus diupayakan.


Photo by Kenny Luo on Unsplash 


Akhirnya kami kembali melayani di gereja masing-masing. Tidak berhenti di situ, baik teman-temanku maupun kakak alumni membentuk KTB apabila ada gereja yang belum memilikinya. Kami melakukannya karena menyadari efektivitas KTB sebagai wadah untuk memuridkan anggota jemaat sehingga mereka dapat mengenal Tuhan. Meski demikian, harus diakui bahwa ada beberapa temanku yang memilih pindah gereja yang lebih baik dari segi pengajaran dan penggembalaan—karena merasa sulit mentransformasi gereja asal mereka.

Jujur saja, aku masih mempergumulkan peranku di gereja. Sejauh ini, yang aku lakukan adalah membagikan brosur rohani terbitan sebuah kantor pelayanan yang juga memproduksi bahan saat teduh. Aku terinspirasi dari kesaksian seseorang yang setia membagikan brosur dan traktat rohani di luar negeri, dan—beberapa tahun kemudian—ada seorang pria yang menemuinya untuk berterima kasih karena telah membagikan traktat tersebut, karena melaluinya dia bertobat dan mengalami kelahiran baru. Tentu saja aku membagikan brosur itu bukan seperti sales yang membagikan brosur; sebaliknya, aku melakukan sebagai teman. Aku akan membagikan brosur setelah mengobrol sekian lama dengan seorang teman. Aku percaya bahwa brosur tersebut dapat membantunya untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi. Tak lupa, aku juga mendoakan mereka, karena aku menyadari bahwa brosur rohani hanya dapat menumbuhkan iman jika Roh Tuhan juga turut bekerja di antara para pembacanya.

Masih ada harapan bagi bangkitnya gereja, dimulai dari kita—generasi muda yang mencintai Tuhan dan rindu memberi dampak dalam kehidupan umat-Nya. Apakah itu termasuk aku dan kamu?

LATEST POST

 

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Apakah bisa mengasihi,mengasihi tanpa syarat,syarat antara aku dan kamukamu yang memiliki perbedaan,...
by Eveline Meilinda | 01 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER