Mengagumi Sang Pemberi Kerja yang Lebih Indah daripada Pendapatanku: Sebuah Refleksi dari Kidung Keesaan

Best Regards, Live Through This, 29 July 2024
"Apa yang indah dalam dunia ini nampak dalam diriMu. Yang Mahaindah, Harta sorgawi, hanya Engkau, ya Tuhanku!" - Anonymous

Tidak terasa bahwa hari ini, 4 Oktober 2024, Album Kidung Keesaan yang ketiga telah tayang. Album ini dibuat di GKI Pengampon, Cirebon, pada tanggal 10 Agustus 2024. Kurang lebih dua minggu lagi, Ignite GKI akan berkolaborasi kembali dengan GKI Sinode Wilayah Jawa Barat untuk membuat Album Kidung Keesaan yang keempat di GKI Maulana Yusuf, Bandung. Bukan hanya anggota dan simpatisan GKI yang terlibat, tetapi ada juga beberapa peserta live recording  dari luar GKI. Wow! Sebesar itu antusiasme generasi muda di berbagai wilayah di pulau Jawa ini untuk memperkenalkan himne di era postmodern seperti sekarang.


Menyadari bahwa Kidung Keesaan kolaborasi Ignite GKI dengan Yamuger (Yayasan Musik Gerejawi), GKI Sinwil Jawa Timur dan Jawa Barat akan memasuki ronde keempat, aku jadi teringat pada proses live recording album keduanya di GKI Gading Serpong tanggal 8 Juni lalu. Ada behind the scene yang membuatku cukup bergumul sebelum dan selama live recording berlangsung, tetapi melaluinya aku diingatkan bahwa Tuhan benar-benar bisa hadir melalui hal-hal yang sering aku sepelekan. Kisah inilah yang ingin aku bagikan kepada Ignite People sebagai ajakan untuk merefleksikan kehadiran Tuhan melalui lirik lagu yang sering kita dengarkan dan nyanyikan, termasuk himne.


1. Ada yang lebih indah daripada pendapatan yang "lebih baik"

Sebelum tanggal 8 Juni itu tiba, aku sedang berkonflik dengan pasanganku karena berulang kali aku mengeluh tentang berbagai kebijakan di tempat kerja yang cukup membuatku kecewa. Sebagai orang yang baru menjadi pekerja tetap pertama kali, tentu saja aku tidak ingin mengecewakan orang-orang yang sudah memercayakan tanggung jawab di tempat kerja tersebut. Namun, aku juga merasa adakalanya hasil kerjaku tidak dihargai sesuai dengan kapasitasku. Saking idealisnya, aku sampai berkata kepada pasanganku bahwa aku juga berencana untuk resign sesegera mungkin demi mendapatkan tempat kerja dengan penghasilan yang "lebih baik" (dasar anak pertama perempuan yang ingin berdikari   ). Singkat cerita, kami bertengkar hingga hari gladi bersih live recording tiba.

Saat hari itu tiba, pertengkaran itu tidak kunjung membaik. Jujur saja, aku sedikit merasa malas untuk berangkat gladi bersih karena memikirkan pertengkaran itu. Namun, setelah bercerita pada seorang teman sebelum gladi bersih, aku mulai merasa membaik. Memang benar aku ini yang idealis, tetapi hei! bukankah wajar jika sebagai pekerja aku berhak mendapatkan pendapatan yang "lebih baik"?

Ternyata Tuhan menanggapinya dengan cara yang berbeda.

Dalam bait ketiga lagu pertama Kidung Keesaan kedua, "Tuhanku Yesus", ada satu lirik yang membuatku menahan air mata karena merasa lirik-ini-bukan-aku-banget. Lirik itu berbunyi demikian:

"Apa yang indah dalam dunia ini nampak dalam diri-Mu. Yang Mahaindah, Harta sorgawi, hanya Engkau, ya Tuhanku!

Rasanya agak munafik ketika menyanyikan bagian ini, karena nyatanya aku merasa pendapatanku sendiri masih kurang dari ekspektasiku. Namun, di waktu yang sama, Tuhan juga sedang memelukku, seolah-olah Dia ingin mengatakan bahwa tanpa rasa cukup, sebesar apa pun pendapatanku tidak akan dapat memuaskan keinginan hatiku. Selain itu, Tuhan juga ingin agar aku belajar bergantung kepadaNya sebagai Sang Sumber Kehidupan—seperti yang Yesus tegaskan bahwa diriNya adalah air hidup (Yohanes 4:10) dan roti hidup (Yohanes 6:35). Pada zaman itu, air dan roti merupakan kebutuhan pangan mendasar bagi masyarakat Yahudi. Tidak heran jika Yesus menyatakan diriNya dengan cara demikian untuk menunjukkan bahwa kepuasan yang ditawarkanNya bukanlah kepuasan sesaat, melainkan kepuasan sejati yang tidak akan tergantikan meskipun ada tantangan dan godaan yang menghadang. Bahkan penulis Amsal juga pernah berkata, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu" (Amsal 3:5-6).

Ah, iya. Lagu yang sering aku dengarkan juga bisa menjadi cara Tuhan untuk "meluruskan" jalanku kembali agar tidak makin serong dari-Nya. Mungkin benar untuk sekarang aku belum bisa membeli rumah secara tunai, harus menabung jauh-jauh hari untuk selangkah lebih dekat dengan hari pernikahanku, dan berhemat jika ingin makan tiga kali sehari. Namun, tanpa memiliki relasi yang dalam dengan Tuhan, semua rasa "cukup" atas yang aku punya juga jadi sia-sia karena tidak ada dasar yang kuat untuk mensyukuri berkat yang Dia berikan.


(by the way, aku bersyukur karena konflik itu selesai satu hari setelah live recording selesai dengan baik. Semoga tidak ada konflik senada yang terjadi hingga berlarut-larut   )


Sekretariat BPMSW GKI Sinwil Jabar 


2. "Kamu kerja untuk apa, atau siapa?"

Berkaca dari poin pertama, aku berpikir ada kemungkinan kalau kegelisahanku ini juga hadir karena quarter life crisis yang kualami. Kadang-kadang, aku merasa tertinggal jauh dari teman-temanku yang sudah "lebih berhasil" dan punya pengalaman kerja yang lebih luas. Dalam overthinking-ku, aku sering mempertanyakan apakah pekerjaanku yang sekarang sudah cukup untuk sekarang, atau haruskah aku studi lanjut agar mendapatkan gelar profesi sebagai psikolog agar "lebih dipandang" (sayangnya, untuk jadi psikolog spesialis butuh waktu lebih lama lagi untuk lulus), atau bahkan jadi lulusan doktoral (yang lebih lama selesainya). Memang, ya, yang namanya dilema menuju kepala tiga sungguh benar adanya. Namun, apakah angan-angan itu cukup untuk menunjukkan bahwa aku menghargai pekerjaan yang Sang Pemberi Kerja anugerahkan?


Saat menulis refleksi ini tiga bulan pasca tayangnya Album Kidung Keesaan kedua, dengan susunan tim yang baru dan pengalaman yang sedikit lebih bertambah, aku jadi bertanya kepada diriku seperti subjudul di atas. Apakah saat ini aku sedang bekerja untuk...

sesuatu yang aku inginkan?

memenuhi ekspektasiku sendiri?

menyenangkan hati orang lain?

melayani para siswa dan orang tua mereka?

memenuhi standar work-life balance yang digadang-gadang di media sosial?

menghadirkan Tuhan melalui pelayananku?

atau jangan-jangan... pekerjaanku ini tidak ditujukan ke siapa pun, hanya bergerak sesuai arus hidup membawanya?


Secara teori, mudah untuk mengatakan agar aku mengerjakan segala sesuatu bagi Tuhan, bukan untuk manusia (baca Kolose 3:23). Namun, kemarin saat KTB bersama beberapa guru, ada satu pernyataan dari Timothy Keller yang membuatku merenung—kurang lebih demikian:

"Menjadi orang Kristen berarti menjadi bagian dari kisah Allah. ... Apakah kita adalah para penyanyi, pengacara, tukang pipa, sukarelawan, supir bus, atau guru yang kebetulan saja beragama Kristen, ataukah kita ini para penyanyi, pengacara, tukang pipa, sukarelawan, supir bus, dan guru-guru yang cara kerjanya sehari-hari dibentuk oleh Injil?"

Bekerja di institusi yang membuka kesempatan untuk memberitakan Injil adalah satu privilege buatku, tetapi kadang-kadang aku juga merasa jenuh dengan rutinitas keagamaan di dalamnya—hingga merasakan kesegaran secara spiritual jadi sulit untuk kualami. Syukurlah, adanya Album Kidung Keesaan yang masih terus dikerjakan ini menjadi salah satu sarana buatku mengingat kembali bahwa ada Tuhan yang jauh lebih indah daripada kedudukan, gelar, bahkan pendapatanku. Tuhan yang sama juga adalah Dia yang menjadi alasan Injil layak untuk dibagikan kepada siapa pun, termasuk siswa-siswi yang kulayani. I can't take this chance for granted. Tentu ini bukan berarti aku selalu menyertakan ayat Alkitab di setiap sesi konseling maupun kelas tanpa konteks. Aku juga masih perlu terus belajar agar selama masih ada kesempatan untuk berbagi hidup di tempat kerjaku ini, ada Kristus yang dikenal oleh orang-orang yang kutemui, sehingga mereka pun mengalami anugerah Allah yang selalu menopang dalam masa-masa sulit. Jadi... mari belajar bersama-sama, yuk, Ignite People.


Sekretariat BPMSW GKI Sinwil Jabar

Euforia Album Kidung Keesaan mungkin masih bisa terus berlanjut hingga live recording kesekian. Aku pun mengapresiasi antusiasme Ignite People untuk terlibat di dalam pembuatan album demi album. Di tengah-tengah perdebatan himne versus lagu kontemporer, ternyata masih ada secercah harapan bahwa generasi muda pun menghargai himne—yang sering kali dikenal kuno dan tidak up-to-date. Namun, di atas semuanya itu, kiranya lagu-lagu yang dinyanyikan tidak untuk mengumandangkan euforia sesaat. Sebaliknya, keberadaan mereka (kiranya) justru mengubah hidup pendengar dan orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan seri album ini dengan satu pengharapan bahwa melalui pengurbanan Tuhan Yesus Kristuslah kita dilayakkan untuk mengenal Allah Tritunggal yang menuntun kita mengalami sukacita yang tak akan lekang oleh waktu.


Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan, Sang Pemberi Kerja dan Sang Pemusik Agung!


---

By the way, Album Kidung Keesaan 2 "Praise, Honor, Glory" dan Album Kidung Keesaan 3 "Duka Ci(N)ta" dari Ignite GKI x GKI Sinwil Jabar sudah rilis! Silakan cek di Youtube Ignite GKI maupun platform digital kesayangan Ignite People, ya (klik di sini untuk langsung nyambung ke Spotify). Nantikan album keempatnya, segera.

LATEST POST

 

Kecemasan tidak akan mengambilku dari TuhanAnxiety atau kecemasan merupakan suatu respon d...
by Yessica Anggi | 14 Oct 2024

"Danau terindah yang akan pernah anda lihat", isi dari sebuah billboard besar di suat...
by Karl Joshua | 14 Oct 2024

Apa yang ada di benak Anda ketika sedang berulang tahun? Bahagia di hari yang indah?Sukacita ka...
by Kartika Setyanie | 01 Oct 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER