Nano-Nano Pandemi

Best Regards, Live Through This, 16 August 2021
Pandemi itu seperti permen nano-nano, kadang manis kadang asin ( ͡° ͜ʖ ͡°)

Hidup di zaman yang serba instan, serba online mungkin membuat sebagian dari kita merasa kehilangan sesuatu. Menjelang 2 tahun WFH/SFH, aku rasa kita pasti merindukan saat-saat ketika kegiatan tertentu dapat dilakukan secara offline, karena kita bisa bebas nongkrong dengan teman ke sana-ke sini. Namun sekarang, hampir semua kegiatan dilakukan secara online, terutama menggunakan video conference. Video conference yang dulu asing bagi sebagian orang, kini sudah biasa. Rutinitas kehidupan nyata yang tergantikan oleh online, lama-lama menimbulkan perasaan lelah/jenuh yang bertumpuk bagi sebagian orang hingga dinamakan zoom fatigue. Ini adalah istilah baru yang cukup populer di kalangan masyarakat kala pandemi.



Zoom fatigue adalah rasa lelah/jenuh yang muncul akibat terlalu banyak mengikuti video conference. Kondisi ini baru terjadi pada masa pandemi seperti sekarang ini, sejak kegiatan sekolah dan perkantoran dialihkan secara online. Aku sendiri, sebagai mahasiswa baru tetap merasakan perbedaan signifikan antara berkenalan online dengan offline. Berkenalan online melalui perangkat zoom serasa tidak leluasa berbicara. Ada sesuatu yang kurang menurutku ketika kita berkenalan secara online, dari kedekatan emosional dan berbagai hal. Ternyata tidak hanya aku yang merasakannya, teman-teman lain juga sama. Berbagai kegiatan yang biasa dilakukan lama-lama juga membosankan.


Ada seorang teman yang aku ajak berdiskusi, hitung-hitung tanya kabar, ya. Hehehe...

"Eh gimana kabarmu, baik-baik kan? Kuliah sudah mulai?" tanyaku kepo

"Wah baik-baik, sih, malah aku sudah kenal banyak teman lewat Zoom, lho!" jawabnya. Bahkan, walau masih belum acara pengenalan kampus, ia sudah punya circle yang siap menemani sampai tengah malam ngobrol. Jadilah kami mengobrol lebih serius, ya, kan :)

"Milih mana; kenalan lewat zoom atau dunia nyata?"

"Ya dunia nyata lah!" Sekian lama kita diskusi, kami menyepakati hal ini:

Yang namanya rutinitas, pasti ada perasaan lelah/jenuh, tidak peduli online maupun offline.


Lantas bagaimana kita bisa survive di tengah kondisi seperti ini? Aku pikir ada banyak cara, setidaknya ada dua hal : 


1. Sediakanlah waktu untuk menyendiri


Ya, setiap kita butuh waktu untuk menyendiri. Ada kalanya kita perlu menyendiri untuk merenungkan apa yang sudah terjadi di kehidupan kita. Menenangkan diri, dari segala hiruk-pikuk yang masih tak jelas ujungnya. Dalam keheningan kita merasakan, menghayati betapa kejenuhan kita tidak seberapa dibandingkan mereka yang menderita karena dampak Covid-19 yang parah. Katakan pada-Nya perasaan terdalammu, bangunlah hubungan yang erat, karena Ia adalah Allah, sahabat sejati kita. Mungkin sebagian orang akan menganggapnya sia-sia. Bagaimana tidak? Kita terkesan menggunakan Allah hanya sebagai coping-mechanism permasalahan hidup kita. Bukankah sebuah iman lebih dari sekadar itu? Memercayai Allah yang hidup tidak hanya diwujudkan dalam kegiatan ritual saja, tetapi juga mewujud dalam iman nyata dalam hidup, mengalami bersama-Nya suka-duka kehidupan.


Mazmur 62 : 1-2
Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.


2. Nikmati Karya Ciptaan-Nya!


Rutinitas baru, yang memaksa hampir semua kegiatan online, membuat lingkup kerja kita semakin monoton. Demikian juga semangat kita juga akan habis jika kita hanya menghabiskan waktu di depan laptop saja. Kita perlu sesuatu baru, yang menyegarkan. Ya, menikmati karya ciptaan Allah. Lha? Ya tentu saja. Ada beberapa dari kita mungkin tidak punya waktu banyak untuk hal ini. Tenang, kita tidak perlu muluk-muluk, kok. Cukup sempatkan bangun pagi, ambil waktu mengamati lingkungan/alam sekitar. Ambil waktu sejenak untuk bernafas, dan coba buang pikiran yang tidak perlu, sadari bahwa Allah yang sama yang memelihara ciptaan-Nya dengan baik. Nikmati udara pagi, kicauan burung, mereka adalah karya Allah Agung yang sama dengan setiap kita. Menurut pemazmur dalam Mazmur 19, ketika berada di tengah keindahan dan kemegahan alam semesta, manusia akan mengalami ketakjuban. 


Mazmur 19 : 1
Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;

Mungkin kita masih belum tahu masa depan atau kelanjutan dari pandemi yang memaksa ini. Mungkin kita juga bosan dengan keadaan serba online yang membosankan, dan masih ada berbagai kemungkinan lain yang kita alami pribadi lepas pribadi. Meskipun demikian, ada satu hal yang harus kita pegang: ketetapan Allah adalah indah, meski pelangi itu belum muncul juga. Dalam segala keterbatasan, sukacita maupun dukacita selama pandemi membawa warna baru dalam kehidupan kita yang juga sibuk sebelum situasi pandemi. Kapan lagi waktu yang kita tunggu untuk lega? Apakah situasi yang kembali offline menjamin kita lebih lega? Aku rasa tidak juga,  jadi persiapkan setiap kita untuk menerima keadaan, dan mari bersama semakin berakar di dalam-Nya!

God bless!

LATEST POST

 

Film siksa kubur resmi tayang pada 11 April 2024, dan sebagai penikmat karya Joko Anwar, kami langsu...
by Ari Setiawan | 16 Apr 2024

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER