Aku, COVID-19, dan Arti Perjuangan

Best Regards, Live Through This, 04 January 2021
Kisah perjalanan seorang COVID survivor pada penghujung 2020.

“Halo, mungkin kalian sudah tak asing dengan diriku. Seorang anak laki-laki yang berkontribusi dalam bentuk ketikan jari. Ya, dari judul dan selipan quotes kalian dapat dengan mudah menebak, apa yang akan kubicarakan pada tulisanku kali ini.”


KONFIRMASI POSITIF

Gading Serpong, Jam 7.00 Waktu Indonesia Barat, 17 Desember 2020. Sebuah hari yang paling menyakitkan bagi diriku. Aku yang kala itu sedang mengikuti minggu ujian akhir dan panitia Wisuda UMN ke-19, diperhadapkan dengan realita yang sangat pahit. Badanku seolah menolak untuk melakukan aktivitas yang ditandai dengan rasa ngilu yang menyakitkan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hidung ini mendadak tak bisa menghirup aroma segar dipagi hari. Orang dapat berkata bahwa aku terkena si kecil COVID, tetapi kala itu aku masih menolak (denial) terhadap situasi. Namun, ketika mamaku menelpon bahwa akan langsung menjemputku, aku seketika merasakan tekanan realita, bahwa aku memang terpapar si kecil virus yang sedang merajalela ini. Setelah mengerjakan soal ujian akhirku hari itu, aku langsung bersiap dengan mengemas seluruh barang-barangku dari kos. Mama dan adikku tidak dapat turun dari mobil karena sudah mendapatkan hasil test PCR dengan hasil positif. Aku tetap mencoba memotivasi diriku yang sudah mulai kehilangan tenaga ini. Setelah aku dijemput oleh mama dan adik, aku pun menjalani test PCR disalah satu rumah sakit dekat kampusku. Sakit, perih, hingga air mata pun harus jatuh dari pelupuk mataku sesusai test PCR.

“Rasanya idung kayak kemasukan lidi!”

Kalimat itu aku ulang berkali-kali, bahkan ketika aku berbagi kisah dengan rekan-rekanku via media sosial. Malam harinya, aku menunggu hasil test PCR dengan cemas hingga aku pun dinyatakan positif terpapar COVID-19 pada sekitar jam 21.30 Waktu Indonesia Barat. 

Mentalku seketika ambruk tak terkira. Aku yang biasanya aktif dalam organisasi kampus, panitia dan aktivitas gerejawi, langsung memberikan pengumuman (announcement) bahwa aku akan menon-aktifkan seluruh kegiatan tersebut via Instagram Story


DUKUNGAN DARI MEREKA

Sejak tanggal 17 Desember 2020, beragam ungkapan semangat terus berdatangan kepadaku dan keluargaku. Lingkungan sekitar yang supportif dengan memberikan beragam akomodasi, seperti makanan yang sungguh berlimpah tiap harinya. Selain itu, dari rekan-rekan organisator yang aku kenal tak luput memberikan semangat kepadaku agar tetap bermental positif selama karantina mandiri di rumah. Bagiku ini lebih dari cukup. Mungkin aku adalah seorang anak laki-laki yang sulit untuk mengucap kata “terima kasih” terhadap apa yang diberikan, tetapi kali ini aku ingin berterima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu keluargaku dan aku pribadi, melalui berbagai dukungan. Kalau kata Ariel Noah:

Hehe. Bagaimana pun, aku belum bisa membalas setiap kebaikan dari kalian sampai saat ini. Namun, aku berjanji pada diriku, aku akan membalasnya ketika keadaan sudah menjadi normal kembali.


ARTI PERJUANGAN

Mungkin, ini menjadi bagian terakhir dari kisahku. Sampai pada saat tulisan ini ditulis, badanku sudah menunjukan perkembangan yang baik karena aku sudah dapat melakukan aktivitas yang aku biasa lakukan secara normal, walaupun masih dalam bentuk virtual (online meeting, dll). Sejujurnya, pada masa karantina, aku mendapatkan beragam insight kehidupan dari Alkitab. Aku merasa, inilah waktuku untuk lebih dekat dengan Tuhan, atau biasa dikenal ketika retreat dengan istilah AWG ato Alone with God. Salah satunya adalah untuk tetap bahagia walaupun adanya cobaan yang menghadang. Aku melihat ketegaran mama dan seketika aku berkaca pada kisah Ayub. Mama adalah pribadi yang benar-benar tidak menghujat Dia, tetapi malah terus memberikan dukungan moril ketika karantina di rumah. Mama pun tidak menyalahkanku ketika aku terkonfirmasi positif kala itu, ia malah berkata tidak apa-apa. Ya, mama adalah satu-satunya orang yang dapat menenangkan mentalku selama di rumah. Melalui mama (dan adik tentunya), Tuhan seolah memberikan pendamping yang tepat semasa karantina ini. Akhir kata, aku pun tetap berjuang melawan virus ini hingga pada akhirnya dapat melakukan aktivitas seperti biasa dan akan kubalaskan apa yang sempat tertunda tadi dengan lebih dari apa yang terpikirkan sebelumnya.

Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.

Yesaya 40 : 29

LATEST POST

 

Takut tambah dewasaTakut aku kecewaTakut tak seindah yang kukiraIgnite People, penggalan lirik lagu...
by Emmanuela Angela | 10 Apr 2024

GetsemaniDomba putih di penghabisan jagal Merah kirmizi di kandungan sengsara atas cawan yang kesumb...
by David Ryantama Sitorus | 10 Apr 2024

Apakah bisa mengasihi,mengasihi tanpa syarat,syarat antara aku dan kamukamu yang memiliki perbedaan,...
by Eveline Meilinda | 01 Apr 2024

Want to Submit an Article

Untuk menjadi bagian dari gerakan generasi
muda Kristen Indonesia. Kirimkan karyamu ke:

[email protected]

READ OTHER